Portaltiga.com - Peringatan Hari Pers Nasional juga turut dirayakan kelompok kerja Jurnalis Dewan Surabaya (Judes). Kali ini dengan menggelar FGD Obral Obrol bertema 'Media Massa Vs Media Sosial'.
Menghadirkan berbagai narasumber Anggota DPRD Kota Surabaya Arif Fathoni dan Khusnul Khotimah. Serta dari kalangan jurnalis menghadirkan Abdul Hakim dari LKBN Antara, Abdul Aziz dari koran Duta Masyarakat dan Wakil Sekretaris PWI Jatim Eko Widodo.
Arif Fathoni menyampaikan, peran pers di tengah gempuran media sosial akan tetap menjadi peran sentral dalam berdemokrasi.
"Makanya, kenapa saya bilang bahwa meningkatnya kualitas demokrasi atau menurunnya kualitas demokrasi itu ditentukan dengan teman-teman pers. Karena demokrasi tanpa pers itu sama dengan makan nasi tanpa ayam," ujar Arif Fatoni yang juga merupakan Anggota Komisi A DPRD Surabaya, Kamis (16/2/2023).
Ketua DPD Partai Golkar Kota Surabaya ini berharap agar pers tidak menjadi media klarifikator atas apa yang muncul di media sosial. Sebab media sosial itu kan telanjang tanpa aturan sementara produk jurnalistik itu memiliki kode etik, memiliki standar-standar produk jurnalistik
"Kami berharap, Justru malah pers itu yang memberikan pencerahan kepada masyarakat Indonesia dengan menguji kualitas isu yang muncul di medsos karena apa, kalau ini dibiarkan medsos sebagai agitasi sebagai media propaganda ini lama-lama kalau kemudian tidak diantisipasi, distruksi informasi ini membahayakan nilai-nilai ke indonesiaan kita," papar Arif Fathoni.
Dia menyatakan bahwa Indonesia itu dibangun karena keberagamannya. Sementara kita lihat di media sosial sudah tidak ada lagi norma, tidak ada energi tata krama.
"Makanya kami berharap proses ini terus mengawal transisi demokrasi dan kehidupan sosial masyarakat kita agar tetap teguh pada nilai-nilai ke-Indonesiaan," tutupnya.
Baca Juga : DPRD Paripurnakan Empat Nama Calon Unsur Pimpinan Definitif Legislatif Surabaya
Sementara, Wakil Sekretaris Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Jawa Timur, Eko Widodo mengatakan bahwa kita harus bijak dalam bermedsos. Sebab media sosial ini produknya tidak bisa dioertanggungjawabkan.
"Bedanya dengan produk jurnalistik adalah mengikuti rambu-rambu yang ada. Kita punya kode etik jurnalistik," terangnya.
Eko menegaskan bahwa PWI Jatim terus melakukan edukasi kepada masyarakat agar masyarakat tidak menelan mentah-mentah segala informasi yang ada di medsos.
Baca Juga : Komisi A DPRD Surabaya Dorong Pemkot Beri Perhatian Lebih Kepada Mudin dan Marbot
"Harus diuji kebenarannya harus ditelusuri narasumbernya harus dicek tempat lokasi kejadiannya itu supaya tidak menjadi berita hoax atau berita bohong," tuntasnya.
Abdul Aziz salah satu Praktisi Media dalam kegiatan tersebut menyampaikan bahwa perkembangan yang pers yang saat ini beriringan dengan memboomingnya media sosial, maka insan pers harus mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman.
"Dan yang tak kalah pentingnya adalah kemampuan untuk melakukan inovasi. Mengembangkan pengetahuannya sehingga menghasilkan produk yang inovatif, adaptif dan dapat dipertanggungjawabkan," paparnya.
Aziz yang juga Jurnalis Duta Masyarakat ini menyarankan bahwa seorang Jurnalis harus memiliki jiwa pioner di dunia informasi, khususnya dalam menghasilkan produk pemberitaan yang kompeten. (tea/tea)
Ikuti update berbagai berita pilihan dan terkini dari portaltiga.com di Google News.
URL : https://portaltiga.com/baca-13102-peringati-hpn-pokja-judes-diskusi-media-massa-vs-media-sosial