Umum

Tak Bijak Berinternet, Picu Potensi Kekerasan Seksual

Baca Juga : Reses, Komisi B DPRD Surabaya Terima Aduan Terkait Perlunya Koperasi Untuk Hindari Pinjol

Portaltiga.com - Data Kementerian Komunikasi dan Informatika menyebutkan 85 persen pengguna internet di Indonesia adalah kalangan muda. Namun, dari jumlah tersebut, sebanyak 90 persennya memanfaatkan internet dengan tidak bijak. Hal ini diungkap Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim, Hikmah Bafaqih, saat menggelar serap aspirasi masyarakat di salah satu resto di Jalan Sulfat, Malang. "Ini kan sangat disayangkan. Penggunaan internet yang tidak bijak itu juga menjadi salah satu faktor penyumbamg penyebab kekerasan seksual," kata Hikmah, Kamis (3/2/2022) malam. Politisi yang concern pada permasalahan anak dan perempuan ini mengungkap beberapa tempat kejadian kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jatim. Tertinggi adalah lingkungan rumah tangga dengan 1.111 kasus, disusul fasilitas umum dengan 235 kasus, 45 kasus di sekolah, 19 kasus di tempat kerja, 13 kasus di tempat diklat dan 509 kasus tempat lain. Bentuk kekerasan di antaranya 752 kasus terkait kekerasan seksual, 721 psikis, 717 fisik, 238 lainnya, 217 penelan, 32 trafficking dan 35 eksploitasi. Kita tidak bisa serta merta hanya menyalahkan medsos sebagai pemicunya. Kekerasan seksual di Jatim terjadi karena beberapa faktor internal dan eksternal, kata politisi PKB ini. Faktor yang dimaksud adalah baik itu dari lingkungan keluarga maupun dari masyarakat. Termasuk pola pergaulan yang kurang sehat turun menjadi penyebab utama kekerasan seksual terjadi. Dirinya menyebut baru-baru ini kekerasan terjadi bahkan di dunia pendidikan berbasis agama. Hal tersebut sangat disayangkan Hikmah. Pasalnya, lembaga pendidikan agama yang seharusnya paham akibat kejadian tersebut malah menjadi circle yang sebaliknya. Oleh karenanya, ia katakan pengembangan pesantren dan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) ramah anak harus dikampanyekan dan dimasifkan. Kesadaran akan bahaya tindak kekerasan seksual terhadap semua pihak harus terus dibangun, khususnya bagi para tenaga pendidik. Sehingga kampanye tersebut langsung bisa diterima, ungkapnya. Dikatakan, penyebab eksternal jauh lebih mewarnai, baik pada diri anak sebagai korban, anak sebagai pelaku, maupun pihak-pihak lain di pesantren dan lembaga lainnya sebagai pelaku. Ia menuturkan, sebetulnya lingkungan atau lembaga di mana anak-anak ada dan berkumpul, dapat menjadi locus kekerasan atau tindakan lain yang tidak ramah anak. Kendati demikian, Hikmah optimistis kasus kekerasan seksual pada perempuan dan anak dapat ditekan. Hal tersebut ia katakan dengan adanya keterbukaan terhadap korban untuk melapor. Melakukan pencegahan dengan kampanye aktif serta memberikan pendampingan terapi terhadap para korban. "Lembaga mana pun bila terkait dengan kasus terhadap anak apalagi kekerasan seksual cenderung akan menutup diri sebab penghakiman publik memang cenderung menimbulkan dampak jangka panjang, demikian pula kurangnya menanamkan efek jera ke pelaku," ujarnya. (zaq/abi)

Ikuti update berbagai berita pilihan dan terkini dari portaltiga.com di Google News.

Berita Terkait