Baca Juga : Calon Kepala Daerah Incumbent Dengarkan Kata KPK Ini!
Portaltiga.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) baru-baru ini mengeluarkan penilaian terkait penanganan kasus korupsi pada Semester I 2021 yang dilakukan oleh aparat penegak hukum di Indonesia. Di antaranya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung. Dilansir CNN Indonesia, Jumat (24/9/2021), dari keseluruhan temuan itu, ICW memberi nilai D atau dikategorikan buruk kepada KPK. Sedangkan Kejaksaan mendapat nilai C atau cukup dalam penanganan korupsi. Mereka merujuk pada jumlah penindakan yang dilakukan masing-masing lembaga sebagai penilaian. Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Ali Mukartono sempat menyinggung penilaian ICW tersebut dalam rapat kerja teknis (Rakernis) bidang pidana khusus yang digelar oleh pihaknya. Menurutnya, Korps Adhyaksa juga memiliki data tersendiri yang menginput seluruh penanganan kasus korupsi yang dilakukan oleh Jaksa di seluruh Indonesia. "Data menunjukkan kinerja bidang tindak pidana khusus pada semester I tahun 2021 yang akurasinya lebih dapat dipertanggungjawabkan. Walaupun data akan terus bergerak dinamis sesuai dengan real progress," kata Ali Mukartono dalam rapat kerja teknis bidang pidana khusus Kejaksaan RI, Rabu (15/9/2021). Merujuk pada data Case Managemetn System Kejaksaan RI, pihaknya telah membuka penyelidikan terhadap 820 kasus sepanjang semester pertama tahun ini. Kemudian, ada 908 kasus yang merupakan penyidikan. Dari keseluruhan kasus itu, ada 682 perkara yang masuk ke tahap penuntutan. Dimana, 153 kasus diajukan upaya hukum banding dan 92 perkara lainnya kasasi. Jaksa, kata Ali, juga telah menerbitkan 386 surat perintah pelaksanaan putusan pengadilan dan mengeksekusi badan 342 orang berdasarkan putusan pengadilan. Kemudian, eksekusi denda dan uang pengganti sebanyak 269 perkara. Dari kasus-kasus korupsi itu, jumlah penyelamatan keuangan negara pada periode Januari hingga Juni 2021 ini ialah sebesar Rp15,81 triliun. Selain uraian tersebut, Kejaksaan juga tengah banyak melakukan penindakan kasus-kasus korupsi kelas kakap yang melibatkan pejabat negara. Termasuk, Korps Adhyaksa menjerat eks Gubernur Sumsel, Alex Noerdin dalam dua kasus korupsi berbeda. Yakni, kasus korupsi pembangunan Masjid Sriwijaya Palembang dan korupsi pembelian gas bumi oleh BUMD Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumsel periode 2010-2019. Selain itu, mereka juga masih aktif menetapkan sejumlah tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan dana keuangan dan investasi PT ASABRI (Persero) sepanjang 2021. Kasus itu diduga merugikan keuangan negara hingga Rp23,7 triliun. Korps Adhyaksa juga sempat mengungkap kasus penyimpangan proses pengalihan izin usaha pertambangan (IUP) seluas 400 Ha di Kabupaten Sarolangun, Jambi. Dalam perkara ini, perusahaan PT Indonesia Cold Resources (ICR) yang merupakan anak perusahaan dari PT Aneka Tambang (Antam) Tbk diduga turut terlibat. Penindakan KPK Penanganan kasus rasuah juga dilakukan oleh KPK sebagai lembaga penegakan hukum yang kini telah masuk sebagai rumpun eksekutif atau pemerintah. Merujuk pada data yang diterima dari Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, sepanjang semester pertama 2021 KPK telah melakukan 77 penyelidikan dan diikuti dengan 35 kasus di tahap penyidikan. Dari keseluruhan kasus itu, sebanyak 53 kasus dilanjutkan ke tahap penuntutan dan 35 diantaranya telah rampung dan KPK berhasil mengeksekusi terdakwa. "Dari perkara di penyidikan tersebut, KPK menetapkan 32 orang sebagai tersangka dari total 35 Surat Perintah Penyidikan yang kami terbitkan," ucap dia. Dalam rincian keseluruhan penyidikan KPK, perkara yang tengah berjalan di komisi antirasuah itu sebanyak 160 dengan rincian 125 kasus merupakan carry over dan 35 lainnya yang baru diterbitkan pada 2021. Kemudian, data tersebut juga menunjukkan bahwa total uang negara yang dikembalikan dari hasil penindakan kasus korupsi oleh KPK sejumlah Rp171,99 miliar dengan rincian Rp73,7 miliar berupa pendapatan uang sitaan hasil korupsi dan lainnya yang telah diputus pengadilan. Lalu, Rp11,84 miliar berupa pendapatan denda dan penjualan hasil lelang korupsi serta pencucian uang. Terakhir sejumlah Rp85,67 miliar dari penetapan status penggunaan dan hibah. Tercatat, KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) sebanyak 5 kali hingga saat ini. Dua diantaranya dilakukan pada semester pertama. Yakni, terhadap Gubernur Sulawesi Selatan non-aktif, Nurdin Abdullah pada 26 Februari 2021. Kemudian, OTT Bupati Nganjuk pada 9 Mei 2021 yang dilakukan bersama Bareskrim Polri. Lalu beranjak ke semester berikutnya, OTT terhadap Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari pada 30 Agustus 2021. Keempat OTT di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalsel pada 15 September 2021. Operasi senyap itu turut menangkap Plt Kepala Dinas PU dan Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Pertanahan (PUPRT) Kabupaten Hulu Sungai Utara sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Maliki; Direktur CV Hanamas, Marhaini; dan Direktur CV Kalpataru, Fachriadi. Terakhir OTT yang dilakukan pada 21 September 2021 dengan mencokok Bupati Kolaka Timur, Andi Merya Nur dan Kepala BPBD Anzarullah. (cnn/abi)Ikuti update berbagai berita pilihan dan terkini dari portaltiga.com di Google News.
URL : https://portaltiga.com/baca-11697-kpk-vs-kejagung-siapa-lebih-jago-ungkap-korupsi