Umum

Lebih Bahaya Vape atau Rokok

Baca Juga : PT HM. Sampoerna Perluas Kemitraan Dengan Koperasi, Kali Ini di Bojonegoro

Portaltiga.com - Kehadiran rokok elektrik atau vape di tengah masyarakat kian populer, terutama bagi kalangan remaja atau perokok aktif. Meski digadang-gadang memiliki bentuk dan rasa yang beraneka ragam dari pada rokok konvensional, vape tetap bersifat adiktif nikotin. Disebutkan, vape mengandung bahan kimia yang digunakan sebagai penyedap, dan berpotensi merusak paru-paru. Baru-baru ini, pemuda 18 tahun dari Gurnee, Illinois, Amerika Serikat, Adam Hergenreder harus meringkuk di rumah sakit. Dia tak dapat bernapas tanpa bantuan aliran oksigen dari tabung. Adam diketahui menggunakan vape selama dua tahun. Berdasarkan hasil rontgen dari tim dokter yang menangani, Adam memiliki gambaran paru-paru seperti orang berusia 70 tahun. Ahli Paru dan Sekretaris Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, dr Erlang Samoedro Sp.P FISR mengungkapkan bahwa ada baiknya vape tidak digunakan terlebih dulu sebelum adanya hasil penyelidikan dari Pemerintah AS. "Sebaiknya tidak digunakan dulu vape ini, karena belum selesai penyelidikannya oleh Pemerintah AS dan mencegah lebih baik daripada mengobati," ujar Erlang seperti dilansir Kompas.com, Jumat (20/9/2019). Adapun imbauan tersebut menilik dari kandungan dan bahaya yang diakibatkan dari vape. kadar nikotin pada vape jauh lebih tinggi dari pada rokok konvensional. "Bahan berbahaya pada rokok vape lebih rendah dari rokok konvensional, tapi kadar nikotin lebih tinggi, bisa 10 kali lipat dari rokok konvensional," ujar Erlang. Kemudian, Erlang menyampaikan bahwa meski begitu bahan berbahaya yang ada pada rokok konvensional tetap ada pada vape. Adapun bahan berbahaya yang ada di rokok konvensional dan ada pula di vape, yakni Paraamino hidrokarbon, metal, dan masih banyak lagi. Selain itu, berkaca pada kasus yang terjadi di AS, vape sedang diteliti bahan cairannya atau alat yang mengeluarkan uap air atau dikenal vaporizer. Hingga kini masih belum ada keputusan apa yang menyebabkan gangguan paru. "Ada kemungkinan dicampurnya cairan vape (liquid) dengan bahan THC (tetrahydrocannabinol) atau kannabis atau mariyuana yang mengandung cairan lemak yang kemudian tervaporasi menyebabkan gangguan pada paru," ujar Erlang menjelaskan kandungan dalam cairan vape. THC merupakan senyawa psikoaktif dalam ganja yang bersifat memabukkan. Oleh karena itu, produk dengan kandungan THC dijual secara ilegal. Menurutnya, ada sejumlah gangguan yang diakibatkan dari pemakaian vape, seperti pneumonia atau radang paru yang disusul gangguang fungsi paru. Tak hanya itu, Erlang juga menjelaskan mengenai adanya kondisi tubuh saat perokok konvensional beralih ke vape. "Bila perokok tembakau (konvensional) beralih ke vape sebenarnya tidak ada perbedaan, karena nikotinnya tetap tercukupi. Bahkan, kalau pindah dari tembakau biasa ke vape justru lebih baik di tekanan darahnya lebih turun, fungsi paru lebih baik," ujar Erlang. Sementara, Pusat Kontrol dan Pencegahan Penyakit Menular AS (CDC) menyebutkan mayoritas pasien memiliki riwayat menggunakan vape yang berisi THC atau THC beserta nikotin. Dari penelusuran CDC, belum dapat dipastikan penyebab spesifik penyakit tersebut, mereka juga belum mampu mengidentifikasi produk vape terkait dengan kasus tersebut. Tidak hanya CDC, Erlang juga mengungkapkan bahwa hingga saat ini belum ada studi atau penelitian mengenai bahaya kesehatan yang timbul dari penggunaan vape dalam jangka panjang, sebab vape tergolong masih baru di era sekarang. (kcm/abi)

Ikuti update berbagai berita pilihan dan terkini dari portaltiga.com di Google News.

Berita Terkait