Politika

Ternyata Ini Penyebab Mahfud MD Batal Jadi Cawapres Jokowi

Baca Juga : Umat Kristiani di Malang Dukung Ganjar-Mahfud

Portaltiga.com - Prof Mahud MD batal menjadi cawapres pendamping Joko Widodo di Pilpres 2019. Jokowi lebih memilih Ma'ruf Amin, meski nama Mahfud yang sangat kencang sampai pada detik-detik akhir deklarasi cawapres di plataran Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (9/8/2018). Hal ini masih menyisakan tand tanya besar. Hingga akhirnya itu terjawab saat mantan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini bicara blak-blakan di acara Indonesia Lawyer Club (ILC) TV One, Selasa (14/8/2018) malam. Dalam acara itu, Mahfud menyebut itu sebagai realitas politik, yang kerap berubah dalam waktu yang sangat cepat. Dia menerima ikhlas bukan namanya yang keluar dari mulut Jokowi saat deklarasi di plataran Proklamasi sore itu. "Saya sudah menyatakan sebenarnya bahwa itu realitas politik yang tidak bisa dihindarkan. Saya sudah katakan saya tidak apa-apa," ujar Mahfud. Mahfud pun membeberkan runutan peristiwa yang sesungguhnya terjadi pada perubahan nama cawapres Jokowi dari dirinya menjadi Ma'ruf. Semua terjadi begitu cepat sampai akhirnya dia harus menerima kenyataan tak jadi cawapres Jokowi. Semua bermula pada 1 Agustus 2018 pukul 23.00 WIB ketika dia diundang Menteri Sekretaris Negara Pratikno di kediamannya, kawasan Widya Chandra, Jakarta Selatan. Saat itu selain Pratikno, sudah ada Koordinator Staf Khusus Kepresidenan Teten Masduki. Mereka mengatakan bahwa persoalan cawapres sudah mengerucut pada satu nama, yakni Mahfud MD. Mahfud pun diminta untuk bersiap-siap, termasuk menyiapkan persyaratan administrasi. Setelah itu nanti pada saatnya akan diumumkan oleh Jokowi sendiri. "Tapi itu belum final," ujar mantan Menteri Pertahanan dan Menteri Kehakiman tersebut. Mahfud kemudian diminta untuk melakukan satu hal yang belum beres. Yakni berkomunikasi dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Meski merasa dirinya tidak dicalonkan oleh PKB, namun Mahfud tetap melakukan komunikasi dan menemui orang-orang yang dianggap berpengaruh dengan Ketum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin. Namun dia tidak menyebut siapa orang-orang berpengaruh terhadap Cak Imin yang ia temui. Lanjut pada Rabu (8/8) malam atau satu hari sebelum deklarasi oleh Jokowi dia kembali diundang Pratikno ke rumahnya. Di situ dia diberitahu bahwa akan diumumkan sebagai cawapres Jokowi. Bahkan dia juga sudah diberitahu detail-detailnya, termasuk di hari pendaftaran pada Kamis (10/8). "Pak Mahfud besok akan diumumkan. Sudah diputuskan Pak Mahfud, semua sudah disiapkan, upacaranya nanti berangkat dari Gedung Juang naik sepeda motor bersama Pak Jokowi, Pak Mahfud bonceng, Pak Jokowi di depan... Sudah detail begitu," kata Mahfud. Kemudian pada Kamis (9/8) atau hari deklarasi. Mahfud ditelepon oleh Pratikno untuk menyiapkan curicculum vitae (CV). Pada saat bersamaan dia juga dikontak ajudan Presiden untuk datang ke Istana guna keperluan mengukur baju. Namun dia menolak, karena waktunya yang mepet dengan waktu deklarasi pada pukul 16.00 WIB di Plataran Proklamasi. Dia kemudian datang ke Istana membawa baju sendiri yang nantinya akan disesuaikan ukurannya dengan 'seragam' yang sama digunakan Jokowi pada hari pendaftaran. Dia ke Istana juga sekaligus mengantar CV seperti yang diminta Pratikno. Di hari yang sama, tepatnya pukul 13.00 WIB, Mahfud juga dikontak Teten untuk datang ke lokasi deklarasi. Dia diminta menunggu di sebuah restoran yang tak jauh dari sana, sehingga ketika diumumkan dia tinggal menyeberang dan menampakkan diri. "Itu yang terjadi," ujar Mahfud. Itu seperti yang sudah terjadi saat pengumuman oleh Jokowi, bukan nama Mahfud yang keluar. Justru nama Ketua MUI sekaligus Rais Aam PBNU Ma'ruf Amin yang dipilih Jokowi untuk menjadi cawapres pada Pilpres 2019. Pratikno kemudian juga memberi tahu bahwa memang pada saat itu ada perubahan nama cawapres. Mengetahui itu, Mahfud pun pulang dan meninggalkan restoran tempatnya menunggu. "Saya kemudian diburu wartawan. Saya katakan ya sudah ndak apa-apa, saya menerima itu sebagai realitas politik," ujarnya. "Saya katakan ndak kecewa, kaget saja. Karena di dalam politik itu berubah dalam tiba-tiba. Ditanya bapak sakit hati nggak? Tidak. Karena keperluan negara ini jauh lebih penting ketimbang sekadar nama Mahfud MD dan Ma'ruf Amin dan sebagainya," ujar Mahfud Tersinggung Ucapan Romahurmuziy Meski demikian Mahfud tersinggung dengan ucapan Ketum PPP Romahurmuziy alias Romi usai deklarasi itu. Kata Mahfud, Romi mengatakan bahwa tidak ada yang menyuruh Mahfud, dari menjadi cawapres sampai bikin baju yang seragam dengan Jokowi. Semua disebut Romi adalah keinginan Mahfud sendiri. "Saya agak tersinggung. Padahal Romi sendiri sehari sebelumnya yang memberi tahu bahwa saya sudah final," ujar mantan anggota Komisi III DPR ini. Tak lama kemudian Mahfud dipanggil ke Istana oleh Jokowi. Eks Wali Kota Solo dan Gubernur DKI itu menjelaskan situasi yang serba sulit saat detik-detik deklarasi tersebut. Ketika itu, Jokowi mengatakan bahwa sesungguhnya ada Rabu sore itu nama Mahfud yang sudah diputuskan menjadi cawapresnya. Namun tiba-tiba partai koalisi datang dan mengajukan kandidatnya masing-masing. Jokowi saat itu tak bisa menolak keinginan partai koalisi karena dia bukan sebagai ketum partai. Di sisi lain koalisi ini harus segera disetujui dan ditandatangani bersama "Lalu saya katakan, bapak tidak salah, kalau saya jadi Pak Jokowi mungkin saya akan melakukan hal yang sama. Oleh sebab itu bapak tidak usah merasa bersalah. Saya terima ini dengan ikhlas. Negara ini harus maju ke depan," ujar Mahfud. "Jadi itu perjalanan saya dalam kasus ini," ungkap Mahfud. Bukan Kader NU dan Ancaman Mahfud menceritakan juga, pada Rabu (8/8/2018) atau satu hari sebelum pengumuman cawapres Jokowi, ada pertemuan di Kantor PBNU antara Kiai Ma'ruf Amin, Ketua PBNU Said Aqil Siroj, dan Ketua PKB Muhaimin Iskandar. Mereka dipanggil satu persatu, secara terpisah. Pertemuan digelar tak lama setelah ketiganya dipanggil Jokowi ke Istana untuk diminta masukan soal nama cawapres. Dalam pertemuan di istana, Mahfud mengatakan bahwa Jokowi tak menyebut nama. Usai pertemuan di Istana presiden, Ma'ruf Amin, Said Aqil Siroj, dan Muhaimin Iskandar bertemu di kantor PBNU. "Ketemulah tiga orang ini di PBNU dan berkesimpulan bahwa mereka bukan calonnya karena waktu dipanggil tak disebut nama calon," kata Mahfud. "Lalu mereka sepertinya marah-marah membahas, kemudian kiai Ma'ruf (bilang) 'Kalau begitu kita nyatakan kita tak bertanggungjawab secara moral atas pemerintahan ini kalau bukan kader NU yang diambil. Ini kata Muhaimin," cerita Mahfud. Pada hari Rabu itu, salah satu Ketua PBNU Robikin Emhas memang sempat mengeluarkan pernyataan kepada media terkait cawapres Jokowi. Dalam pernyataannya Robikin mengatakan bahwa warga Nahdliyin merasa tak punya tanggung jawab moral jika kader NU tidak menjadi cawapres Jokowi. Kader NU yang dimaksud Robikin tidak termasuk nama Mahfud karena pada hari yang sama Said Aqil menyatakan bahwa mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu bukan kader NU. Kata Mahfud setelah pernyataan Robikin itu sejumlah tokoh NU membantahnya. Namun berdasarkan cerita Muhaimin kepada dirinya, Mahfud mengatakan pernyataan itu memang ada. "Robikin bilang begitu ke pers. Ini kata Muhaimin. Didikte kalimatnya oleh kiai Ma'ruf, 'begini, loh, Robikin'," kata Mahfud. Mahfud heran, kenapa karena dinamika perpolitikan yang terjadi, dirinya tak dianggap sebagai kader NU. "Saya minta maaf kepada keluarga besar NU, ribut-ribut soal kader. Katanya Pak Mahfud bukan NU. Ya aneh bagi saya, kalau saya bukan NU," katanya. Padahal sejak kecil dirinya bersekolah di lembaga pendidikan NU. Mulai dari Ibtidaiyah hingga Pondok Pesantren. Selain itu dirinya juga seorang rektor di perguruan tinggi di bawah naungan NU. Saya aktif di Wahid Institute, itu juga afiliasinya ke NU. Saya ini pengurus Ansor periodenya Nusron Wahid ini, yang tanda tangan SK nya Aqil Siroj. Saya juga sampa sekarang ini pengurus ISNU. Ketua dewan kehormatan ISNU," tegasnya. Mahfud mengatakan, Said Aqil (Ketua umum PBNU) yang dulu sering menyebutnya sebagai kader. Ada dua momen dimana Said Aqil menyebutnya sebagai kader. Pertama saat ada kasus seorang menteri terlibat kasus duren. Mahfud waktu itu sedang di Mekkah. "Pagi-pagi subuh Aqil Sirajd itu telepon. Pak Mahfud Pak Mahfud tolong, sebagai sesama kader NU ini tolong diselamatkan. Nanti NU rusak ni kalau kena," cerita Mahfud di ILC. "Begitu ada kasus politik begini lalu bilang bukan kader," kata Mahfud seraya tertawa. "Tapi di NU memang banyak guyonan. Saya anggap ini guyonan saja," ujarnya. Mahfud juga bercerita bagaimana di tahun 2014 Said Aqil menelepon dirinya. Saat itu, Said Aqil bertemu Prabowo di kantor PBNU. "Di depan Prabowo dia nelepon saya, 'Pak Mahfud tolong bantu ini Pak Prabowo menjadi tim kampanye. Biar di sana ada kader NU'. Berarti saya disebut kader pada tahun 2014 itu. Kok sekarang disebut tidak kader," katanya. Mahfud melanjutkan, Said Aqil menyampaikan pertanyaan 'apa yang dikerjakan Mahfud untuk NU, yang diberikan mahfud untuk NU'. "Ya tidak ada. Kalau saya tanya apa yang diberikan Pak Said aqil juga apa ya? Kerja, kalau kerja saya ingat pernah berbuat satu yang kecil untuk NU. Pada 2009 itu ada UU BHP, saya ketua MK," ceritanya. "Nah di UU BHP itu ada pasal menyatakan semua lembaga pendidikan itu swasta sekalipun harus berbentuk badan hukum yang diatur dan diawasi pemerintah. Kalau tidak ini bisa dijatuhi sanksi oleh pemerintah. Nah ndak ada yang tahu ini, padahal di situ membahayakan bagi pesantren. Kalau tidak dibatalkan, pesantren itu kena. Karena itu untuk semua lembaga pendidikan dari tingkat TK sampai perguruan tinggi," katanya. "Kalau laporan tak benar bisa di sita Negara. Ini bisa dibubarkan negara, sebab pesantren pada umumnya tak ada uang terpisah antara kiyai dan uang pesantren," katanya. Kalau tiba-tiba ada gedung baru dari mana ini diperiksa, tak bisa dipertanggung jawabkan padahal masyarakat ngasi kiyai, bubar semua pesantren. "Ini waktu Undang-undang ini muncul, orang NU nggak ada yang tahu. Saya lapor ke kiyai Anwar Iskandar di Kediri. 'Gus ada UU ini, kok orang pesantren diam. Bahaya ini. Owh ya Pak Mahfud, (lalu diajukan Judicial Review) ini akhirnya dibatalkan. Kalau nggak udah bubar itu, pesantren pesantren diambil negara," ungkap Mahfud. "Masih ada sekarang naskahnya. Artinya kalau perbuatan, bukan bentuk uang ya. Kalau saya suruh nyumbang uang, nggak adalah uang saya. Ndak punya uang juga kalau disuruh nyumbang uang ke NU. Di NU kan banyak yang cari," katanya (bbs/abi) Ini rekaman ILCnya: https://youtu.be/W4Dbd3b9GSo

Ikuti update berbagai berita pilihan dan terkini dari portaltiga.com di Google News.

Berita Terkait

Siap Menangkan Ganjar-Mahfud, Sahabat Ganjar Adakan Pesta Rakyat 

Mendekati Pilpres pada 14 Febuari 2024 mendatang, Puluhan ribu warga Malang berkumpul untuk mendukung Ganjar Pranowo dan Mahfud MD menjadi Presiden dan Wakil Presiden Indonesia selanjutnya. Momentum ini ditandai dengan deklarasi resmi dalam Pesta Rakyat G …