PUSAD UMS Sebut 10 Persen Masyarakat Jatim Pernah Berkonflik Soal Pemilu

Baca Juga : KPU Surabaya Sebut Rekapitulasi Tingkat Kecamatan Jadi Kendala Rekapitulasi Tingkat Kota Terlambat

Portaltiga.com - Pusat Studi Anti-Korupsi dan Demokrasi (PUSAD) Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMS) memaparkan hasil riset survei Pemilu 2019, Senin (8/4/2019) di Co Millenial lantai 4 Gedung A UMS. Dari hasil survei PUSAD mencatat sebanyak 10 persen masyarakat Jatim menyatakan pernah berkonflik terkait pemilu 2019. Survey yang dilaksanakan pada 5-20 Maret 2019 menggunakan Sempel sebanyak 1067 responden dengan tingkat toleransi (standar of error/d) 3 persen dan tingkat kesalahan pada penelitian ini adalah 5 persen. Teknik pengambilan sampel menggunakan Multi-Stage Random Sampling yang diambil dari 38 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur. Kemudian, masing-masing Kabupaten/kota diambil 4-5 kecamatan untuk dijadikan sampel penelitian secara proposional. Selain itu PUSAD juga menggunakan metode penelitian kualitatif dan analisis konten untuk memperkuat paradigma penelitian dan mengurangikan persoalan yang diangkat dalam penelitian ini. Direktur PUSAD UMS Satria Unggul W.P, menjelaskan, dalam pemilu kali ini PUSAD UMS menemukan adanya diksi provokatif dan berpotensi konflik. terdapat tiga faktor terbesar dari diksi yang provokatif yang dapat berpotensi konflik, antara lain; 1. Pendukung lain menghina calon yang dipilih, 2. Calon yang tidak saya dukung bersaing ketat dengan calon yang saya dukung, 3. Pendukung lain mencabut alat peraga dari calon yang saya pilih. Untuk diksi provokatif sendiri terdapat 13 diksi yang dicatat oleh PUSAD sebagai diksi paling provokatif yang dihimpun berdasarkan traffic di Internet, tiga diantaranya adalah; 1. People Power, 2. Gerakkan Putihkan TPS, 3. Lebaran di TPS. Yang paling banyak memang People Power, ini kalau dibiarkan berlarut larut, TPS akan jadi medan konflik. Akses terhadap terselenggaranya pemilu yang lancar yang netral yang luberjurdil tidak akan terlaksana, ujar Satria. Satria pun mengatakan, dampak terburuk dari konflik yang mungkin terjadi juga adanya chaos dengan massa yang tinggi sehingga bisa merusak stabilitas negara dan akan merugikan negara secara finansial. Paling buruknya bisa chaos massal, bagaimanapun juga masyarakat saat ini telah mengalami keperpihakan ekstrim yang sangat rentan dengan perpecahan, kalau itu sampai terjadi bisa saja diadakan pemilu ulang yang malah merugikan negara secara finansial, tambahnya. (tea/tea)

Ikuti update berbagai berita pilihan dan terkini dari portaltiga.com di Google News.

Berita Terkait
Berita Terpopuler
Berita Terbaru