Portaltiga.com : Animo pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) untuk go internasional rendah sekali. Ini terbukti dengan minimnya peserta UMKM dari Jatim dalam Jatim Mart di Singapura. Padahal Jatim Mart ini menjadi jembatan UMKM untuk menuju pasar bebas dunia.
Saya tidak tahu kenapa kok susah sekali mengajak UMKM agar mau mengisi Jatim Mart kita di Singapura. Jatim Mart kurang mendapat respon," kata Asisten II Sekdaprov Jatim, Hadi Prasetyo, ditemui usai Upacara Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) di Gedung Grahadi Surabaya, Senin (2/5).
Seperti diketahui, Jatim Mart ini didirikan atas kerjasama Pemprov Jatim dengan South East Asia Business Centre (SBC) yang bertujuan mengembangkan bisnis UMKM di pasar lokal, pasar regional ASEAN dan pasar international melalui Singapura (pasar global), Swiss (pasar Eropa) dan Cina.
Sedangkan, SBC adalah perusahaan Singapura yang memberikan jasa layanan terpadu untuk meningkatkan ekspor barang dan jasa bagi perusahaan UMKM Jatim ke negera-negara ASEAN, Cina dan Eropa.
Meski memiliki prospek yang bagus, ternyata kurang mendapat respon dari UMKM Jatim. Hadi Prasetyo menduga, hal ini disebabkan masih lemahnya mental bisnis yang dimiliki pelaku UMKM. Mereka tidak berani mengambil resiko, jika sudah produk dipajang dan nanti akan mendapat pesanan produk dalam jumlah besar.
Di lain pihak, untuk mengisi produk di Jatim Mart, produk UMKM-nya harus kualitas ekspor dengan punya komitmen untuk menjaga mutu produknya. "Jangan sampai produk yang dipajang di Jatim Mart, nanti setelah mendapat pesanan ternyata kualitasnya tidak sama seperti yang di Jatim Mart. Komitmen inilah yang sepertinya mereka takutkan, ungkapnya.
Tak hanya itu, lanjutnya, kekhawatiran pelaku UMKM tidak mau memanfaatkan Jatim Mart dikarenakan mereka takut tidak mampu memenuhi permintaan dalam jumlah besar. Sebab dalam Jatim Mart yang dijual bukan produk eceran seperti di outlet supermarket, tapi dalam jumlah besar.
Kalau di Jatim Mart itu ada sales khususnya. Mereka akan menawarkan produk kita ke berbagai negara di ASEAN dan ASIA bahkan Eropa. Pesanan produknya tidak hanya satu atau dua produk seperti di toko. Tapi container dalam jumlah besar," tuturnya.
Hal inilah yang membuat mereka tidak berani mengambil resiko. Padahal, sebenarnya bisa disiasati dengan menggandeng UMKM produk serupa untuk memenuhi permintaan. Kelemahan lainnya, kemasan produk UMKM masih menggunakan bahasa Indonesia.
Dalam bisnis internasional, memang kemasannya harus menggunakan bahasa internasional, atau menggunakan bahasa asli daerah pemesan. Kalau ada yang pesan dari Vietnam, bahasanya juga harus bahasa Vietnam. Jangan menggunakan bahasa Indonesia. Ini termasuk kelemahannya, ujarnya.
Untuk pembiayaan, Hadi Pras menyebut, sebenarnya Pemprov Jatim telah membuat terobosan baru dengan melakukan kerjasama antara Bank Jatim dengan SBC. Pihak UMKM yang memiliki keterbatasan modal akan merasa diuntungkan dengan kerjasama ini.
Inti dari kerjasama itu, adalah jika Jatim Mart mampu mendapatkan buyer yang membeli produk UMKM dalam jumlah besar, sedangkan UMKM terbatas modal, maka bisa mendapat pinjaman dari Bank Jatim. "Ini kan kemudahan yang luar biasa yang kita berikan sebagai fasilitator, tandasnya.
Setelah soft launching pada 29 April lalu, tambahnya, baru ada 300 jenis produk UMKM yang berhasil masuk di Jatim Mart. Jumlah ini, dianggap pejabat yang disebut-sebut bakal running Pilkada Jatim ini masih sangat sedikit. Sebab, kapasitas Jatim Mart bisa menampung ribuan produk UMKM.
Per tahun mereka hanya dikenakan biaya Rp 25 juta. Biaya ini sangat murah dibanding manfaatnya. Kalau mau mendirikan agen sendiri di luar negeri, biayanya lebih mahal lagi. Ada UMKM yang maunya gratis, ya tidak bisa seperti itu. Ini bisnis, kita sebagai fasilitator menciptakan peluang bagi UMKM, paparnya. (Bmw)
Ikuti update berbagai berita pilihan dan terkini dari portaltiga.com di
Google News.
URL : https://portaltiga.com/baca-802-jatim-mart-di-singapura-dicuekin-umkm-jatim