Politika

Minim Sosialiasi, Pilkada Jatim 2018 Terancam Banyak Yang Golput

Baca Juga : Risma Pantau Pendangkalan Sungai di Kota Madiun, Punya Solusi Begini

Portaltiga.com - Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jatim 2018 mendapat sorotan tajam Anggota DPR RI Hasan Aminuddin. Dia melihat Pilkada Jatim yang akan digelar 27 Juni mendatang, sangat minim sosialisasi. Akibatnya, pilkada Jatim tahun ini terancam banyak yang golput. "Saya khawatir pilkada Jatim tahun ini banyak yang golput akibat kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jatim. Khususnya di pelosok-pelosok daerah di Jatim karena peran media yang kurang," kata Anggota Fraksi NasDem DPR RI, Hasan Aminuddin kepada wartawan di Surabaya, Selasa (17/4/2018). Menurutnya, kurangnya sosialisasi ke masyarakat, tidak lepas dari aturan yang tertuang di Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU). Aturan di PKPU mengebiri peran media untuk mempublikasikan dengan baik. Seperti, Saya adanya larangan dan batasan kampanye di media, termasuk beriklan di media massa. "Aturan di PKPU juga menurut saya mengebiri peran media untuk mempublikasikan dengan baik. Saya sangat menyayangkan adanya larangan dan batasan kampanye di media, termasuk beriklan di media massa," ujarnya. Peraturan yang dimaksud yakni sejumlah aturan yang tertuang dalam beberapa poin di PKPU Nomor 4 Tahun 2017 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota. "Saya khawatir terhadap pelaksanaan Pilkada serentak di Jatim yang diselenggarakan 27 Juni 2018 berjalan tidak sesuai target karena rendahnya angka partisipasi masyarakat," tutur Ketua DPP Partai NasDem Bidang Agama dan Masyarakat Adat ini. Banyaknya aturan yang sifatnya melarang itu, lanjutnya, bisa membuat berbagai pihak merasa takut dianggap melanggar. Seperti pemasangan alat kampanye dan bahan kampanye yang harus sesuai peraturan sehingga terkesan memonopoli partisipasi politik. Dia memisalkan aturan pada pegawai aparatur sipil negara (ASN) yang serba tidak diperbolehkan jika dikait-kaitkan dengan Pilkada, termasuk interaksi dengan pasangan calon. Bahasa PKPU ini, membuat ketakutan masyarakat dan calon pemilih. "Pegawai ASN bahasanya dilarang ini dan itu sehingga persepsi pegawai sebagai calon pemilih cerdas akhirnya pasif. Pasifnya partisipasi politik berakibat pada perubahan idealisme pemilih. Tentu saja jika Pilkada sepi maka berimbas pada Pemilu 2019," ucapnya. Hasan mengaku berpengalaman mengikuti Pemilihan Bupati Probolinggo 2003 dan 2008, ditambah Pileg 2014. Peran masyarakat dinilai sangat luar biasa dalam membantu suksesnga penyelenggaraan pilkada kab/kota dan pileg. "Contoh buat `banner`, yang sekarang masyarakat takut membuatnya karena ada batasan, padahal itu sebagai bentuk sumbangsih dan partisipasi. Yang perlu juga diingat, tidak sedikit pelaku usaha percetakan dan sablon yang mengeluh karena sepinya order meski digelar pesta demokrasi," katanya. Untuk menghindari tingginya angka golput, Hasan menyarankan KPU merevisi PKPU yang mengatur sejumlah aturan di Pilkada serentak 2018. "Sekarang masih masuk tahapan masa kampanye dan PKPU masih bisa diubah. Ini demi terselenggaranya proses Pilkada yang semarak dan tingkat partisipasi masyarakat sesuai harapan," ujarnya. (bmw/tea)

Ikuti update berbagai berita pilihan dan terkini dari portaltiga.com di Google News.

Berita Terkait