Baca Juga : Risma Disambut Meriah di Pasar Gorang Gareng Magetan, Dorong Kemandirian Perajin Batik
Portaltiga.com - Salah satu visi yang diangkat oleh pasangan cagub dan cawagub Jawa Timur nomor urut 1 Khofifah Indar Parawansa dan Emil Elestianto Dardak adalah peningkatan kesejahteraan. Dalam navigasi Program Nawa Bhakti Satya, Khofifah menyambangi industri rumahan di kampung penghasik shuttlecocks yang ada di Desa Sumengko Kabupaten Nganjuk, Senin (26/3/2018). Usaha UD Mustika milik Ngalimun tersebut ternyata memiliki keunikan dan permasalahan kasuistik. Kampung ini ada sekitar 70 pengusaha shuttlecocks yang memiliki tenaga kerja sekitar 40 orang. Uniknya, di kampung ini ternyata pelaku usaha di sini justru kekurangan tenaga kerja. Industri rumahan yang meningkat penjualannya di musin turnamen ini sering kekurangan tenaga kerja bahkan sampai harus diambil dari kecamatan tetangga. "Kebutuhan tenaga kerja di sini tinggi. Bahkan sampai kekurangan. Kalau di tempat lain itu kekurangan lapangan kerja di sini malah kelebihan lapangan kerja, menurut saya ini informasi mahal," kata Khofifah. Yang menjadi sorotan Khofifah adalah masalah bahan baku. Usaha di kampung ini seratus persen adalah impor dari Taiwan. Bulu shuttlecocks yang digunakan adalah bulu bebek peking. Bulu tersebut yang memiliki kualifikasi untuk permainan bulutangkis internasional. Namun pengusaha di sana mengeluhkan adanya rantai yang panjang untuk mendapatkan bulu tersebut. Khofifah menyebut seharusnya bahan baku bulu itu bisa swasembada dari nasional. Terlebih dengan hobi masyarakat Indonesia yang hobi kuliner. "Rekomendasi mereka kalau bisa dilakukan budidaya dengan format bebek peking dalam jumlah besar. Saya rasa dengan masyarakat kita yang hobi kulineran pasti bisa mandiri dengan menghasilkan bulu untuk industri shuttlecock," kata Khofifah. Permasalahan kedua yang juga harus menjadi perhatian pemerintah adalah masalah siklus penjualan shuttlecocks. Industri kampung ini selana tujuh bulan di musin hujan selalu produksi dengan sistem stok untuk demain di bulan Mei Agustus dan akhir tahun. Siklus penjualaan shuttlecocks terbilang unik dan kurang dinamis. Karena demand hanya naik drastis di saat turnamen dan saat media gencar memberitakan tentang dunia bulutangkis. "Pemerintah harus memberikan format pendampingan yang bisa mensupport keuangan yang stagnan pada usaha ini," kata Khofifah. Sebab selama tujuh bulan mereka produksi bisa laku habis dalam beberaoa hari baru di bulan Mei dan Agustus tersebut. Sementara itu, Ngalimun, pemilik usaha UD Mustika dengan merk Heaven Shuttlecocks mengatakan suplai bahan baku memang menjadi permasalahan. Karena Mereka harus impor dari Taiwan dan diolah di Nganjuk. "Yang putih dan memenuhu standar itu dari bebek peking itu. Yang lalu dari sini kita potong dengan mesin agar ujurannya seragam," kata Ngalimun. Menurutnya kelangkaan tenaga kerja memang benar terjadi. Ini karena yang dipekerjakan adalah ibu-ibu rumah tangga. Sedangkan untuk tenaga kerja muda mereka tidak sanggup memberikan gaji yang sesuai dengan UMK kabupaaten Nganjuk. "Kami berharap bu Khofifah setelah jadi gubernur tidak melupakan kami dan kami diperharikan, skala usaha rumahan shuttlecock ini harus terus hidup," kata Ngalimun. (tim/abi)Ikuti update berbagai berita pilihan dan terkini dari portaltiga.com di Google News.