Baca Juga : PPIR Trenggalek Solid Dukung Prabowo Subianto di Pilpres 2024
Portaltiga.com - Menjelang senja, cuaca di wilayah Kabupaten Trenggalek, Sabtu (9/9/2017), begitu indah. Matahari sudah di ufuk barat. Sinarnya menerpa perbukitan Bumi Menak Sopal, mencipta serupa ornamen di langit selatan tanah Jawa. Angin semilir menerpa pohon-pohon membuat dedaunannya seperti melambai menyapa selamat datang. Perjalanan menuju Desa Wonoanti, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Trenggalek, sore itu tak mudah dilupakan. Ya, kami sedang mengunjungi sebuah desa yang dulu dihuni oleh para buruh tani saja. Mereka hanya mengandalkan penghasilan dari hasil menanam padi. Seiring dengan perubahan waktu, Wonoanti tumbuh menjadi sentra industri kecil yang memproduksi kerajinan menggunakan bahan baku bambu. Keberadaannya lebih menjanjikan dari pada bekerja sebagai buruh tani. Mengubah kebiasaan dari pekerjaan sebagai buruh tani menjadi perajin secara penuh, tidak mudah. Dibutuhkan waktu lama, ketekunan dan semangat tinggi. Perubahan ini tak lepas dari usaha yang dirintis pasangan suami istri, Sukatno dan Bibit Andayani. Mereka adalah pemilik Usaha Dagang Bambu Indah Craft, warga RT 18, RW 07, Desa Wonoanti. Di tempat itu tampak berbagai macam kerajinan dari bahan bambu dengan nilai estetik yang tinggi. "Potensi kerajinan bambu di wilayah ini cukup besar. Nilai jualnya juga tinggi. Namun sayang, bambu yang diolah hanya untuk alat dapur saja," tutur Sukatno kepada Portaltiga.com. Sukatno menuturkan, pada awalnya tahun 1992, ia memiliki modal hanya sebesar Rp500.000. Bersama istrinya, ia mencoba membangkitkan kebiasaan masyarakat desa setempat, yang sebelumnya hanya bisa membuat wakul (tempat nasi) dan caping (topi besar petani). Mantan sekretaris desa ini mulai merintis memberi arahan agar warga desanya cekatan membuat aneka jenis kerajinan. Hasilnya, kini warga Wonoanti bisa mengolah bambu menjadi kerajinan asbak, vas bunga, tempat tisu, piring, kap lampu, keranjang tempat pakaian, sketsel, timbangan anak di bawah lima tahun (balita), kursi tamu, dan meja makan. Produk masyarakat desa dikerjakan oleh 500 perajin, tersebar pada 300 kepala keluarga, hasil binaan Sukatno. Sedangkan khusus perajin yang bekerja di rumahnya, hanya enam orang. Para perajin terdiri dari warga berusia produktif, bapak dan ibu lanjut usia. Seorang perempuan perajin, bisa memperoleh penghasilan Rp40.000 hingga Rp50.000 per hari. Sedangkan pendapatan yang diterima seorang pria, Rp70.000 hingga Rp90.000 per hari. Penghasilan tersebut, mendorong para buruh tani, banyak yang beralih menjadi perajin. Pendapatan yang diperoleh lebih besar dibanding bekerja sebagai buruh tani. Imbasnya, kehidupan warga setempat berubah menjadi lebih baik. Para tamu yang mengunjungi Trenggalek, banyak yang memburu produk yang dihasilkan warga Desa Wonoanti. Pesanan dari berbagai daerah di Indoensia, seperti dari berbagai kota di Bali, Jawa Timur, Jawa Tengah, Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta terus berdatangan. Bahkan orderan dari luar negeri juga terus mengalir. "Sampai sekarang ekspor berupa keranjang pakaian ke Belanda dan Jerman, tetap berlangsung. Untuk tetap bisa bertahan kami harus melakukan inovasi," kata Sukatno, yang pernah meraih anugerah Pemuda Pelopor Dalam Bidang Penyerapan Ketenagakerjaan pada 1992. Ia menambahkan nilai ekspor produk yang dihasilkan mencapai Rp50.000.000 hingga Rp75.000.000 per bulan. Selain ketiga negara tersebut, ekspor juga pernah dilakukan ke Amerika Serikat, Jepang, Brunei Darussalam. [caption id="attachment_12119" align="aligncenter" width="800"] Meja dan kursi produksi Wonoanti yang diekspor ke Brunei Darussalam.[/caption] Kami lalu berpindah menuju sisi ruang yang lain. Tampak satu set meja dan kursi yang cukup apik. "Kalau itu biasa dipesan warga Brunei," ungka Sukatno sambil tersenyum. Salah satu produk yang sering dipesan warga Brunei Darussalam itu dipatok dengan harga Rp5.000.000 serta meja kursi tamu Rp3.500.000. Harga produk lainnya, antara lain, timbangan balita Rp250.000, sketsel Rp250.000, piring nasi Rp10.000 dan wakul Rp7.500. E-Smart dan Peningkatan IKM di Jatim Keberhasilan sentra kerajinan bambu dari Bumi Menak Sopal menembus pasar internasional patut menjadi contoh industri kecil dan menengah (IKM) lainnya. Keberhasilannya juga tidak luput dari campur tangan pemerintah. Kini dengan adanya program e-smart, peluang produk lain di Jawa Timur, untuk meraih sukses bisa segera terwujud. Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga menerangkan, sentra industri kecil merupakan pemusatan kegiatan industri kecil dan industri menengah yang menghasilkan produk, bahan baku dan mengerjakan proses produksi yang sama. Kemudian dilengkapi sarana dan prasarana penunjang berbasis potensi sumber daya daerah, serta dikelola pengurus yang profesional. Sentra industri kecil, umumnya tumbuh secara informal dengan berbagai keterbatasannya. Sebab itu, sentuhan dan campur tangan langsung pemerintah diperlukan, dengan harapan untuk mewujudkan sentra industri kecil yang berdaya saing. [caption id="attachment_12124" align="aligncenter" width="800"] Campur tangan pemerintah berdampak signifikan pada pemasaran kerajinan, seperti produk warga Wonoanti ini.[/caption] Seperti sentra kerajinan bambu di Wonoanti. Tanpa campur tangan dari Pemerintah Kabupaten Trenggalek, Pemerintah Provinsi Jatim dan Pemerintah Pusat melalui Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah serta Kementerian Perdagangan, sulit untuk menembus mancanegara. Instansi pemerintah yang mempromosikan dengan mengikuti pameran-pameran internasional di berbagai negara. Pada pameran tersebut terjadi transaksi langsung antara pengusaha sentra industri kecil tersebut dengan pembeli. Perlu diketahui pula, di Trenggalek sebenarnya juga terdapat industri kecil batik. Produk ini dikerjakan warga di berbagai tempat, namun disatukan menjadi satu merek, Terang Galih (terang di hati). Bupati Trenggalek Emil Elestianto Dardak pun berupaya mengembangkannya. Batik tersebut, dijual di salah satu gerai yang disewa Pemkab Trenggalek, di Sarinah Departement Store, Jakarta, berdampingan dengan batik-batik dengan merek terkenal lainnya. Pembelinya bukan hanya warga Indonesia, tetapi wisatawan mancanegara pun juga banyak yang membeli. Meskipun batik Trenggalek bermerek Terang Galih, tetapi di salah satu sudut kain itu, ada nama dan alamat pengrajinnya. Pemberian satu nama untuk batik asal daerahnya, mampu mendorong pengrajin batik, meningkatkan produksi dan kreativitasnya, ujar Emil Dardak. Sementara itu di Jawa Timur, sentra industri kecil, bukan hanya di Trenggalek, tetapi tersebar di daerah lainnya. Misalnya sentra industri sepatu di Mojokerto dan Magetan serta sentra industri tas kopor di Tanggulangin, Sidoarjo. Agar sentra-sentra industri kecil itu mampu bertahan, diharapkan agar tetap menjaga kualitas dan terus memperluas pasar. Nah, salah satu program baru yang diluncurkan pemerintah untuk memperluas pasar yang dihasilkan industri kecil adalah e-smart. Manfaat penggunaan e-smart, antara lain untuk memperluas akses pemasaran melalui internet (e-commerce), meningkatkan kesiapan produk IKM dalam e-commerce, mengurangi biaya promosi dan pemasaran IKM,mempermudah masalah masalah pada rantai pasok serta sebagai jaminan kualitas dan kuantitas bagi market place. Di Jawa Timur program e-smart IKM telah diluncurkan oleh Gubernur Soekarwo. Dengan memanfaatkan e-smart IKM, jangkauan pasar para pelaku industri kecil diperluas karena konsumen bisa secara langsung mengakses secara online tanpa mengunjungi lokasi. Jatim sendiri, memiliki beberapa IKM yang sudah memanfaatkan e-commerce. Di antaranya, Rumah Snack Mekarsari Sidoarjo, Spikoe Surabaya, Indah Bordir Sidoarjo, dan Surabaya Patata. Pakde Karwo, sapan akrab Gubernur Soekarwo, mengakui, masih banyak industi kecil yang perlu diberikan pendampingan, karena kendala yang berbeda-beda. Misalnya, keterbatasan akses pasar, permodalan, penguasaan teknologi, dan penerapan standarisasi. E-Smart IKM diharapkan bisa membantu mengatasi permasalahan tersebut, khususnya untuk membuka akses pasar dan penguasaan teknologi. Pakde Karwo mengungkapkan, perekonomian Jatim, terdukung oleh keberadaan IKM. Pada semester I Tahun 2017, misalnya, perekonomian provinsi ini tercatat tumbuh sebesar 5,2%, yang lebih tinggi dibandingkan nasional sebesar 5,01%. Antisipasi Serbuan Produk Cina Keberadaan sentra industri dan industri rumahan lainnya, seperti sentra industri bambu Wonoanti Trenggalek, memberi dampak positif bagi warga setempat. Selain menciptakan lapangan kerja baru, juga secara ekonomis mampu menggerakkan perekonomian di sekitarnya. Tetapi para pemilik Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) serta IKM diharapkan tidak lekas puas dengan yang diraih sekarang. Peningkatan mutu dan penentuan harga pasar, agar diperhatikan betul. Masalahnya, jangan sampai terulang kembali, kasus gulung tikarnya pengusaha kecil, seperti di sentra industri sepatu dan sandal di Wedoro, Sidoarjo, karena kalah bersaing dengan hadirnya serbuan produk yang sama asal Cina. Produk dari Negeri Tirai Bambu itu memiliki kualitas sama dengan pruduksi Wedoro, namun bisa dijual dengan harga lebih murah. Belajar dari kasus ini, sentra industri bambu Trenggalek harus siap menghadapi persaingan. [caption id="attachment_12120" align="aligncenter" width="800"] Berbagai jenis kerajinan bambu yang harus mampu bersaing dari kemungkinan serbuan produk Cina.[/caption] Dekan Fakultas Ekonomi, Universitas Kadiri, Kediri, Ariadi Santoso menyatakan, para pengusaha kecil diminta lebih berhati-hati terhadap serbuah barang dari Cina. Produk asal negara itu, biasanya dijual dengan harga lebih murah dibandingkan dengan buatan lokal. "Sudah banyak kasus, seperti juga serbuan batik Cina. Maka industri lainnya harus tetap berinovasi agar tetap mampu bersaing," harap Aridadi. Kekhawatiran ini bisa saja terjadi, akan ada kerajinan bambu dari Cina. Semoga hasil kerajinan bambu Bumi Menak Sopal tetap mampu bertahan, dan bahkan terus berkembang. (Bambang Wahyono/abi)Ikuti update berbagai berita pilihan dan terkini dari portaltiga.com di Google News.