Umum

Pokja Judes Bahas Pro Kontra Penempelan Stiker Gakin di Surabaya

Portaltiga.com - Kebijakan Pemerintah Kota Surabaya soal penempelan stiker Keluarga Miskin (Gakin) di Kota Surabaya menjadi perbincangan hangat di Kelompok Kerja (Pokja) Jurnalis Dewan Kota Surabaya (Judes). Melalui acara Obral-Obrol, Pokja Judes bersama dengan narasumber pilihan menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertemakan Kartu Miskin Vs Status Ekonomi.

Tak tanggung-tanggung, Pokja Judes menghadirkan dua narasumber. Narasumber pertama yakni Ketua Komisi A DPRD Surabaya Pertiwi Ayu Khrisna, dan Dr. Moch. Mubarok Muharam pakar sosial politik dari Unesa.

Ketua Komisi A Pertiwi Ayu Khrisna menyampaikan, penempelan stiker Gakin perlu kehati-hatian. Pasalnya dengan penempelan stiker gakin berpotensi dikonotasikan sebagai doa terhadap warga tersebut.

“Harus hati-hati loh, ucapan atau stempel itu sama dengan doa. Jadi klo sudah ditempeli stiker miskin, ini bisa saja dikonotasikan sebagai doa untuk warga tersebut,” ucap Ayu-sapaan akabnya, Rabu (25/1/2023).

Padahal, lanjut Ayu, nasib seseorang itu sewaktu-waktu bisa berubah. Tidak ada satupun seseorang yang mau menjadi miskin selamanya.

Baca Juga : Pemkot Surabaya dan UPN Veteran Sinergi Bantu Sertifikat Halal

“Karena bisa saja, mereka itu tiba-tiba berubah menjadi warga yang mampu karena berbagai hal,” ucap Ayu-sapaan akabnya.

Ayu berharap, kriteria warga miskin itu jelas dan tegas seperti yang disyaratkan pemerintah pusat. Oleh karenanya, Ayu meminta kepada pemerintah kota Surabaya untuk meninjau kembali penggunaan frasa Gakin dalam stiker.

Baca Juga : DPRD Sahkan APBD Surabaya Tahun 2025 Rp.12,3 Triliun

“Kan bisa dengan menggunakan istilah pra sejahtera misalnya, atau yang lain. Jangan langsung stempel miskin begitu,” tandasnya.

Hal senada juga disampaikan selaku narasumber kedua Dr. Moch. Mubarok Muharam, yang meminta kepada pemangku kebijakan (pemkot Surabaya) untuk berhati-hati dalam memilih kalimat yang berkaitan dengan kebijakan.

“Kemiskinan itu ada dua, yakni kemiskinan structural (karena dampak kebijakan) dan kemiskinan kultural (karena dirinya sendiri). Namun sebaiknya, jika tujuannya membantu jangan memunculkan kesan yang bisa merendahkan harga diri seseorang,” ujar Pakar Sosial politik dari UNESA ini. (tea/tea)

Ikuti update berbagai berita pilihan dan terkini dari portaltiga.com di Google News.

Berita Terkait