Umum

DPRD Surabaya Dorong Pemkot Revisi Perda Perlindungan Anak

Baca Juga : Imbas Kecelakaan Maut Pesta Halowen, DPRD Surabaya Soroti SOP Hingga Pajak RHU

Portaltiga.com - Beberapa waktu lalu ada kasus anak penyandang disabilitas mendapatkan kekerasan seksual di Surabaya. Meski Pemkot Surabaya telah turun tangan ikut menangani dan memberikan pendampingan terhadap korban, Komisi D DPRD Surabaya meminta lembaga eksekutif itu untuk berbuat lebih. Salah satu upaya yang bisa dilakukan Pemkot Surabaya adalah merevisi Peraturan Daerah (Perda) tentang perlindungan anak. Perda yang dimaksud adalah Perda nomor 6 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak. Kami tahu, untuk melakukan pencegahan kekerasan seksual ini tidak hanya bisa dilakukan pemerintah, tapi juga diperlukan keterlibatan masyarakat. Maka payung hukum (perdanya) perlu direvisi, ungkap Ketua Komisi D DPRD Surabaya Khusnul Khotimah. Ia menyebut DPR RI telah mengesahkan Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Dengan demikian, Perda Penyelenggaraan Perlindungan Anak di Surabaya juga perlu direvisi untuk menyesuaikan dengan UU tersebut. Khusnul Khotimah menjelaskan masyarakat harus dilibatkan dalam upaya pencegahan kekerasan, termasuk kekerasan seksual ini. Misalnya dengan mengaktifkan kembali ronda di kampung di tingkat RT/RW. Dikatakannya, agar kasus semacam itu tidak terulang, Pemkot Surabaya harus membuat langkah-langkah taktis strategis dan taktis. Selain merevisi perda, upaya lain yang bisa dilakukan adalah membuat skema atau grand design tentang pola perlindungan anak yang jelas dan mudah diterapkan. Kami meminta Pemkot Surabaya dalam hal ini DP3APPKB (Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana), untuk membuat skema grand design tentang pola perlindungan anak itu, tegasnya. Tujuan grand design ini, tambah politisi perempuan ini, agar anak-anak bisa tumbuh dan berkembang dengan aman dan nyaman di Kota Pahlawan. Sehingga predikat Surabaya Sebagai Kota Layak Anak (KLA) memang benar-benar sesuai dengan realitanya. Khusnul pun menyatakan prihatin atas masih adanya kasus kekeserasan seksual, apalagi terhadap penyandang disabilitas. Apalagi, kasus kekerasan itu bukan yang pertama. Pada 2021 lalu ada 104 kasus kekerasan anak di Surabaya. Ia berharap dengan revisi perda dan pembuatan grand design tentang pola perlindungan anak, kekerasan seksual kepada anak bisa ditanggulangi. Paling tidak, langkah konkret untuk membuat Surabaya sebagai KLA telah dilaksanakan. (adv/tea)

Ikuti update berbagai berita pilihan dan terkini dari portaltiga.com di Google News.

Berita Terkait