Baca Juga : Resmikan Pasar Karah Baru, Ini Harapan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi
Portaltiga.com - Pemberlakuan Universal Health Coverage (UHC) di Surabaya disebut-sebut masih belum mewadahi sebagian pihak. Khususnya kepada klinik pratama yang dikelola pihak swasta. Hal ini disampaikan Asosiasi Klinik Indonesia (Asklin) Kota Surabaya yang menilai kebijakan Pemkot Surabaya terhadap alih faskes tingkat bagi Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang seluruhnya hanya akan dilayani melalui Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Ketua Asklin Kota Surabaya Drg. Nana Indaryati mengatakan melalui kebijakan UHC berpotesi mematikan klinik swasta mengingat ada peralihan faskes dari yang awalnya faskes swasta berubah faskes milik pemerintah atau Puskesmas bagi peserta BPJS Kesehatan yang tidak melakukan pembayaran iuran selama tiga bulan. "Jadi selama ini itu, kalau Surabaya sejak tahun 2019 dicanangkan bu Risma itu UHC Universal Health Coverage untuk Surabaya sudah 99 persen sekian itu, kalau tiga bulan nggak bayar, baik yang mandiri ataupun perusahaan nggak bayar pegawainya, otomatis dibayarkan pemerintah kota surabaya, otomatis jadi PBI, otomatis juga jadi miliknya Puskesmas, tidak pernah bisa kembali ke klinik (swasta)," jelasnya saat ditemui di tempat prakteknya, Jalan Ngagel Rejo Utara 20 Surabaya, Senin malam (03/05/2021). Dengan diberlakukannya hal itu, Drg. Nana menyebut hal itu berdampak pada penurunan jumlah pasien PBI di faskes tingkat pertama swasta hingga 30 persen. Dengan penurunan sebanyak itu, faskes swasta pun berpotensi mengalami kebangkrutan. Berbagai langkah dilakukan Asklin. Seperti berkirim surat kepada Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, hingga hearing bersama DPRD Kota Surabaya. Tuntutannya adalah adanya redistribusi pasien PBI kepada klinik swasta. "Jadi untuk yang paling urgen saat ini yang saya bersurat sekaligus hearing dengan anggota dewan bu Chusnul Komisi D itu kepinginnya sama seperti kota lain, kenapa kami menyuarakan ini karena kota lain bisa, tidak usah jauh-jauh Sidoarjo bisa," tegasnya. Di Sidoarjo, menurut Drg. Nana telah ada kerjasama antara Asklin dan Bupati yang telah sepakat untuk memformulasikan redistribusi pasien yang pada akhirnya dapat membantu klinik swasta untuk tetap bertahan dalam membuka praktek. Sebetulnya, menurutnya, hal senada juga dapat diberlakukan di Kota Surabaya. Karena tidak ada aturan khusus yang melarang peserta BPJS Kesehatan dalam merubah faskes sesuai pilihan peserta. Langkah kedepan, jika masih tetap tidak ada kebijakan untuk redistribusi pasien dari Pemkot Surabaya, ia mengancam akan mencari solusi melalui DPRD Provinsi Jatim hingga akan menggelar demo besar-besaran Asklin bersama Perhimpunan Klinik dan Fasilitas Kesehatan Indonesia. "Langkah kedepan akan lapor ke DPRD Jatim. Kalau tidak dijawab kami akan demo dengan PKFI se Indonesia," pungkasnya. Sementara itu, sebelumnya Asklin telah melakukan hearing atau dengar pendapat bersama DPRD Kota Surabaya. Dalam hearing bersama Komisi D DPRD Kota Surabaya, Komisi D berjanji akan kembali menggelar hearing lanjutan dengan mengundang Dinas Kesehatan Kota Surabaya. Keluhan ASKLIN ini langsung kita teruskan ke Dinas Kesehatan Kota Surabaya, agar segera diberikan solusi apa yang dirasakan anggota ASKLIN ini.ujarnya di Surabaya, Jumat (30/04/21). (tea/tea)Ikuti update berbagai berita pilihan dan terkini dari portaltiga.com di Google News.