Bambang Haryo Tak Pernah Letih Sosialisasikan 4 Pilar Kebangsaan

Portaltiga.com - Anggota MPR RI, Bambang Haryo tak pernah letih mensosialisasikan 4 Pilar kebangsaan, yaitu Pancasila, UUD 45, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika ke masyarakat. Sosialisasi kali ini kembali digelar di Bumi Mandiri, Surabaya. Ratusan warga dari Surabaya dan Sidoarjo sangat serius mendengarkan paparan Bambang Haryo. Hadir pula dalam sosialisi Guru Besar Universitas Dr Soetomo (Unitomo), Surabaya, Prof Dr Sam Abede Pareno. "Lebih dari 20 kali, saya sosialisi 4 pilar kebangsaan. Sambutan masyarakat luar biasa sekali," kata Bambang Haryo usai sosialisasi sosialisasi 4 Pilar (Pancasila, UUD 45, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika) Kehidupan Berbangsa dan Bernegara di Bumi Mandiri, Surabaya, Sabtu (5/5/2018). Menurutnya, masyarakat sangat antusias menginginkan belar dan menerapkan sosialisasi 4 pilar kebangsaan. Sesuai dengan Undang-Undang, kami mensosialisasikan 4 pilar dan hasilnya luar biasa. Sekarang masyarakat di Kota Surabaya dan Sidoarjo sudah tertarik mengikuti sosialisasi ini. "Kami harapkan sosialisasi 4 pilar ini betul-betul bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat juga menginginkan pemerintah bisa melaksanakan 4 pilar. Tidak hanya mensosialisasikan saja, tapi juga menjalankan makna yang terkandung dalam 4 pilar," ujarnya. "Terutama di sila kedua dan kelima. Bahkan, mereka mempersalahkan Keppres nomor 20 tahun 2018 yang dinilai tidak ada keadilan, melanggar Pancasila dan UUD 45," papar anggota Komisi V DPR RI ini. Hal senada dikatakan Sam Abede Pareno. Dia kagum dengan sosok Bambang Haryo yang tidak pernah berhenti dalam mensosialisasikan 4 pilar kebangsaan ke masyarakat. Sesuatu yang jarang dilakukan oleh anggota MPR RI. "Kalau tidak salah, sosialisasi yang sekarang ini sudah yang ke 23 kali. Itu membuktikan Bambang Haryo ini sangat peduli dengan pelaksanaan 4 pilar dalam kehidupan masyarakat sehari-hari," ujarnya. Dia pun prihatin dengan seringnya pemerintah mengamandemen UUD 45. Mulai mengubah UUD tahun 1989, 2000, 2001 hingga 2002. Salah satunya, di dalamnya disebutkan presiden adalah Warga Negara Indonesia (WNI). Tidak ada kata-kata asli WNI. "Kalau tidak ada kata asli WNI, maka setiap WNI bisa menjadi presiden. Beda dengan WNI, orang asli WNI itu punya rasa nasionalisme yang lebih tinggi. Inilah yang mendorong seluruh jajaran TNI meminta supaya kembali ke UUD 45 yang asli," jelasnya. (bmw/tea)

Ikuti update berbagai berita pilihan dan terkini dari portaltiga.com di Google News.

Berita Terkait
Berita Terpopuler
Berita Terbaru