Baca Juga : Jelang PPDB, Dewan Surabaya Minta Dispendik Perhatikan Kuota Siswa di Sekolah Swasta
Portaltiga.com - Puluhan wali murid menggeruduk gedung DPRD Jawa Timur, Rabu (19/6) untuk menyampaikan kekecewaannya terhadap sistem zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Dalam protes tersebut, sempat terjadi adu mulut agar DPRD Jatim segera mendesak Pemerintah pusat untuk menghentikan zonasi PPDB. Hudi adalah salah satu wali murid yang ngotot agar system zonasi dibatalkan. Hudi terus mendesak agar dapat menemui anggota dewan untuk menyampaikan kelemahan zonasi PPDB. Mengingat waktunya sudah mepet yakni ditutup pada Kamis, 20 Juni 2019. DPRD Jatim harus segera memperjuangkan ke pemerintah pusat untuk mencabut sistem zonasi PPDB. Karena penerimaan siswa baru akan tutup Kamis besok, tuturnya. Sementara wali murid lainnya, Ronny Mustamu mengaku zonasi PPDB di Surabaya akan merugikan masyarakat yang tinggal di kecamatan yang tidak memiliki sekolah negeri. Sebaliknya masyarakat yang tinggal di kecamatan yang ada sekolah negeri akan diuntungkan. Seperti halnya di Kelurahan Ketabang Surabaya yang memiliki empat SMA Negeri. Yakni SMAN 5, SMAN 2, SMAN 1 dan SMAN 9. Sementara di Kecamatan Wonokromo, Gubeng, Tegal Sari akan rugi karena tidak ada sekolah negeri, padahal padat penduduknya. Maka zonasi PPDB dibatalkan, tegasnya. Jika belum menemukan solusi yang tepat, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhajir Effendi menerapkan sistem PPDB seperti tahun sebelumnya yakni zonasi berdasarkan kecamatan dan nilai ujian. Perwakilan para Murid tersebut langsung ditemui oleh Anggota Komisi E DPRD Jatim, Agatha Retnosari dan Gunawan yang dilaksanakan di ruang Banmus DPRD Jatim, Rabu (19/6/2019). Anggota Komisi E DPRD Jatim, Agatha Retnosari mengatakan PPDB 2019 di Jatim mengalami carut marut seperti sudah diprediksi jauh-jauh hari, akibat adanya upaya pemaksanaan penerapan Permendiknas No.55 tahun 2018 tentang PPDB sistem zonasi jarak. Audensi dengan masyarakat ini adalah untuk menerima aspirasi terkait apa yang dialami masyarakat akibat penerapan PPDB sistem zonasi jarak. Bahkan ada masyarakat dari Jember mengatakan ada 2 kecamatan di Jember yang tak punya SMAN karena jarak terdekat adalah 16 kilometer, sehingga sulit masuk SMAN di Jember. Ada baiknya dinas pendidikan Jatim termasuk Ibu Gubernur Jatim saya mohon mau meninjau kembali kebijakan ini karena jika terpaku jarak maka banyak anak-anak yang punya prestasi akademik tidak bisa masuk SMAN. Apalagi SMAN di Jatim SPP nya akan digratiskan, terang politisi asal F-PDI Perjuangan. Ia mendukung upaya menghilangkan istilah sekolah favorit dan non favorit. Namun kita juga harus bisa memahami masyarakat yang ingin mengejar sekolah favorit bukan semata-mata karena lebih bagus kualitasnya melainkan kesempatan mendapat undangan masuk kampus negeri ternama di Indonesia. Sekolah memang bagian dari sarana tapi anak-anak juga punya mimpi ingin sekolah dan belajar keras supaya dapat nilai bagus supaya bisa masuk sekolah negeri. Tapi akibat sisem zonasi jarak mereka pupus harapan masuk sekolah negeri hanya karena tempat tinggalnya terlalu jauh dari sekolah yang diinginkan. Tadi juga ada yang mengadu rumahnya hanya berjarak 600 meter dari SMAN di Kecamatan Tandes langsung terdepak dari sistem. Kami berharap ada perubahan prosentase yang diberikan dinas pendidikan. Misalnya, yang ditarungkan dengan nilai UN prosentasenya ditambah atau fifty-fifty dengan yang melalui jarak, harap Agatha. Anggota Komisi E DPRD Jatim lainnya, Gunawan meminta Pemerintah Provinsi melakukan Diskresi terkait kemelut penerimaan peserta didik baru (PPDB) 2019. Pasalnya, Permendikbud 51 dinilai masih kaku dan hanya berdasarkan zonasi. "Kami tidak bisa menghentikan. Tentunya kita laksanakan peraturan ini tapi dengan Diskresi. Jangan kaku, harus fleksibel, jadi jangan langsung dipatok," kata Anggota asal Malang ini. Bahkan pihaknya, menambahkan di Kota Surabaya sendiri memiliki 31 Kecamatan. Dari jumlah Kecamatan tersebut ada 15 Kecamatan tidak ada sekolah sama sekali dan ada satu RW yang punya empat sekolah Negeri. "Ini kan permasalahan yang ada. Ada yang jarak 700 meter pun tidak bisa masuk. Maka ini bervariasi, zona ini saya kira agak sulit tapi yang benar itu setiap sekolah ini harus bisa menerima paling tidak bisa dimasuki 2 sekolahan ini bisa dimasuki 1 kecamatan. Saya lihat di Lamongan itu bagus, saat meninjau itu 1 anak bisa memilih 2 sekolah. Disini kan tidak," pungkasnya. (jnr/abi)Ikuti update berbagai berita pilihan dan terkini dari portaltiga.com di Google News.