Komisi A: Cagar Budaya Di Surabaya Minim Literasi

  Portatltiga.com-Komisi A DPRD Kota Surabaya menilai cagar budaya yang ada di Surabaya minim literasi dan produktifitas  tulisan mengenai kecagarbudayaan, padahal cagar budaya sangat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Wakil Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Adi Sutarwijono, mengatakan, dari bukti publikasi berupa tulisan itu menunjukkan, bahwa bangunan cagar budaya  bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Selama ini masih sangat sedikit tulisan-tulisan itu. Miusalkan soal penjara Kalisosok, apa betul dibangun di zaman Daendels,ujarnya, kepada wartawan di gedung dewan, Selasa (20/12/16). Ia menjelaskan, tim Cagar Budaya lebih progresif dari yang sebelumnya, dalam memproduksi tulisan dan tayangan kebudayaan. Karena menurutnya, cagar budaya selain mewakili peredaban masa lalu, juga harus berkesinambunagn dengan kondisi saat ini. Tapi faktanya banyak yang mangkrak tak bisa dibangun, sehingag aspek kekinian putusa, dan hanya mewakili masa lalu saja, ungkap politisi PDIP. Sebelumnya, Senin (19/12/16) Komisi A DPRD Kota Surabaya memanggil para calon anggota Tim Cagar Budaya yang diusulkan pemerintah kota. Dalam hearing tersebut, kalangan DPRD menggali visi-misi dan konsep 6 calon anggota Tim Cagar Budaya dalam melestarikan bangunan cagar , situs, kawasan cagar budaya di Kota Pahlawan ini. Anggota Pansus Tim Cagar Budaya. Adi Sutarwijono menanyakan konsepsi tim cagar budaya dalam melestarikan bangunan cagar budaya, karena yang masuk bangunan cagar buidaya  tak semata mengarah pada warisan colonial belanda. Sementara itu, Ketua Komisi A Herlina Harsono Njoto mengatakan, tantangan tim cagar budaya adalah dalam hal penentuan criteria cagar budaya atau bukan. Masih banyak bangunan kuno yang belum ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya. Di sisi lain, seiring pembangunan kota metropolitan yang sangat cepat, upaya mempertahankan kawasan cagar budaya menjadi sebuah dilemma. Kondisi Kawasan maupun bangunan  cagar buaya seperti hidup segan mati tak mau, seperti Bioskop Indra, ujar Herlina. Menanggapi sejumlah pertanyaan kalangan dewan, Ketua Tim Cagar Budaya Dr. Ir Retno Hastijanti, M.T menegaskan, dalam melaksanakan tugasnya, melestarikan bangunan bersejarah tersebut  tim berpegang pada undang-undang dan kemanfaatan bagi masyarakat. Menurutnya, sebagai Ibu kota Provinsi, dasar pelestarian cagar budaya di Surabaya harus Urban Heritage atau warisan kota. Jadi, cagar budaya yang ada diseleraskan dengan kedinamisasn kota, katanya Berbeda dengan di Trowulan, pelestariannnya bersifat arheological site, yakni pelestariannya secara arkeologis dengan aturan yang ketat. Sedangkan urban heritage, kedinamisasn kota harus diperhitungkan. Jadi, dalam melestarikan ada adaptasi bangunan dengan jamannya, revitalisasi dilakukan sesuai dengan fungsinya. Contoh dulunya gudang kemudian direvitalisasi menjadi hotel Ibis. Jika menjadi gudang laggi buat apa ? Kan manfaatnya gak ada, ujarnya Retno mengaku, segala tindakan pelestarian bangunan cagar budaya telah diatur adalam Undang-Undang. Sesuai pemeringakatan, bangnan cagar budaya diklasifikasi dalam tiga peringkat : Utama, Madya, dan Pratama, atau kategori A, B dan C. Untuk memperingkatkan, tim cagar budaya sangat berhati-hati, dengan berlandaskan pada data penelitian dan metode. Misalkan Rumah HOS Cokroaminoto masuk kategori A, karena semangat yang ingin ditransformasikan ke generasi muda jika ingin sukses seperti Soekarno dan HOS Cokroaminoto harus melihat kehidupannya, terang Wakil Rektor Untag Surabaya Namun jika bangunan itu berupa sekolah maupun rumah sakit, penetapan kategorinya pihaknya harus berhati-hati. Apabila rumah sakit ditetapkan masuk kategori A, maka harus diikuti dengan inovasi desain, mana yang boleh dirubah dan tidak. Karena  rumah sakit tergantung dengan pengembangan ilmu pengetahuan, tandasnya Dosen arsitektur ini menegaskan, sebenarnya tugas utama Tim Cagar Budaya pemerintah kota adalah membantu penetapan, pemeringkatan dan penghapusan cagar budaya. Menurutnya, pada Perda 5 Tahun 2005, ada criteria bangunan maupun kawasan cagar budaya. Sesuai aturan itu, yang masuk kategori cagar budaya tak hanya bentuk fisik, namun juga non fisik. Bangunan yangh memiliki spirit keuangan 10 Nopember diutamakan dicagarbudayakan, tiak hanya peninggalan colonial, tegasnya Bangunan peninggalan colonial yang masuk dalam cagar budaya, adalah yang memiliki cerminan pendidikan dan kebudayaan. Enam calon anggota Tim Cagar Budaya yang diusulkan pemerintah kota seluruhnya dipanggil Komisi A. Pada hari Senin (19/12) empat orang yang terbagi dalam dua sesi mengikuti hearing dengan Pansus Tim Cagar Budaya. Selanjutnya, Selasa (20/11) dua orang lainnnya akan mememenuhi panggilan kalangan dewan. Enam Calon anggota Tim Cagar Buaya itu yakni, Ketua Dr. Ir. Retno Hastijanti. M.T (Arsitektur), Sekretaris, FA. Missa Demettawati (Arkeolog), Ir. Handinoto.M.T (Ahli Konstruksi Bangunan), Dr. Purnaman Basundoro, SS, M.Hum (Pengamat Budaya) dan Prof. Johan Silas (Ahli Tata Kota). Berdasarkanhearing di Komisi A, Pansus Tim Cagar Budaya akan mengeluarkan rekomendasi, apakah usulan anggota Tim Cagar Budaya bisa diterima seluruhnya, disetujui sebagian atau diubah komposisinya. (Trish)  

Ikuti update berbagai berita pilihan dan terkini dari portaltiga.com di Google News.

Berita Terkait
Berita Terpopuler
Berita Terbaru