Baca Juga : Pemkot Surabaya dan UPN Veteran Sinergi Bantu Sertifikat Halal
Portaltiga.com - Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSSB untuk Surabaya, Sidoarjo dan sebagian wilayah Gresik harusnya disikapi secara cepat oleh masing-masing daerah. Khususnya Kota Surabaya, di mana grafik penyebaran Covid-19 masih sangat tinggi. Pemkot harus punya roadmap yang jelas dalam penanganan Covid-19 ini. Sebab dari roadmap yang jelas dan terukur itu penanganan Covid-19 bisa lebih baik dan efektif. Tanpa itu, penanganan pandemi ini akan serampangan, bahkan bisa dianggap masyarakat sekedar pencitraan belaka. "Ada banyak evaluasi yang harus dilakukan Pemkot Surabaya dengan sudah berjalannya PSBB tahap satu kemarin. Misalnya bagaimana target yang terukur dari penerapan PSBB itu," ujar Wakil Ketua DPRD Subaya Laila Mufidah, Minggu (10/05/2020). Target-target yang dimaksud Laila misalnya mencakup berapa jumlah pengujian sampel dan tes PCR yang telah dilakukan? Selain itu juga perlu diukur sejauh mana agresifitas pelacakan penyebaran Covid-19 yang sudah dilakukan? "Perlu dikaji juga, seberapa ketat monitoring potensi penyebaran Covid-19 di beberapa cluster," ucap politisi PKB ini. Menurut dia, pengawasan cluster Covid-19 sangat penting untuk mengantisipasi terjadinya cluster baru. Kata Laila, yang terjadi di Surabaya malah cluster yang ada diabaikan. Dia mencontohkan, adanya cluster di pabrik rokok di kawasan Rungkut yang terkesan tidak dihiraukan Pemkot Surabaya. "Baru setelah ramai terungkap di publik, Pemkot Surabaya seperti kebakaran jenggot," ujar Laila. Yang tak kalah pentingnya juga, lanjut Laila, dari roadmap tersebut bisa disusun pula penanganan jaring pengaman sosial dari berbagai sumber. Entah dari pemerintah pusat, provinsi maupun kota. "Yang terjadi selama ini Pemkot Surabaya justru terlambat mendistribusikan jaring pengaman sosial itu. Ini seharusnya tidak terjadi jika roadmap disusun jelas sejak awal. Dan ini memang tidak seharusnya terjadi, karena menyangkut kesejahteraan rakyat yang terdampak pandemi Covid-19," jelas Laila. Menurut Laila, roadmap yang dimiliki Pemkot Surabaya semestisnya mencakup seluruh kegiatan penanganan Covid-19. Mulai promotif, preventif, dan kuratif. Termasuk roadmap juga harus jelas mengatur penerapan anggaran, refocusing, realokasi yang akuntabel dan transparan. "Mungkin ada yang bertanya, kemampuan fiskal APBD Surabaya bagaimana dalam penanganan Covid-19 ini? Pertanyaan itu bisa saya jawab dengan. Ini bukan persoalan cukup memadai atau tidak. Tapi mau atau tidak melakukannya," jelasnya. Memang target pendapatan Rp 4,3 triliun dari sektor jasa khususnya perhotelan, restoran yang tahun lalu berkontribusi pada PAD sebesar Rp 800 miliar akan berkurang. Juga, dana tranfer dari pusat bisa berkurang sampai 10 persen atau sekitar sekitar Rp 200 M, di mana itu bisa menyebabkan penurunan APBD sekitar Rp 1,5 triliun. Dari Rp 10,3 triliun menjadi Rp 8,8 triliun. Namun yang harus dicatat dan digarisbawahi adalah regulasi dari pusat lewat surat keputusan bersama (SKB) Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri sebenarnya sangat memberikan ruang untuk penyesuaian postur perubahan anggaran yang fleksibel. Kebijakan yang tertuang dalam SKB itu tentu tujuannya baik, agar pandemi Covid-19 bisa segera teratasi. "Jadi sekali lagi ini bukan masalah cukup atau tidak, tapi mau atau tidak," tegasnya. Laila mengaku selama ini sangat banyak menerima keluhan masyarakat yang terdampak. Mereka belum tertangani dengan baik dan cepat oleh Pemkot Surabaya. Contoh kongkritnya saja bagaimana bantuan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di Surabaya sangat amburadul. "Banyak media kan sudah mengungkap hal itu. Penyaluran bantuan untuk MBR justru tidak tepat sasaran," katanya. Dia mencontohkan adanya orang kaya masuk MBR. Ada pula di kampung Kalimas Baru, tiga orang yang sudah meninggal masuk daftar penerima bantuan MBR. Tak hanya itu, warga yang tak tinggal di daerah tersebut juga tetap masuk daftar. "Pernyataannya, bagaimana pendataan dan verifikasi selama ini?" ucap Laila. Dari pengamatan Laila, persoalan yang terjadi di atas adalah dampak dari lemahnya teamwork lintas OPD di Pemkot Surabaya. Inilah kenapa menurut dia roadmap yang jelas dan terukur itu sangat mendesak diperlukan dan dipaparkan secara transparan ke publik. Yang tak kalah penting juga persoalan Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan serta tempat observasi dan deteksi dini Covid-19 kurang berjalan maksimal. Tak heran jika Surabaya kemudian menempati ranking tertinggi di Jawa Timur dalam hal jumlah penderita Covid-19. Dalam hal PSBB ini, lanjut Laila, Surabaya juga paling lambat melakukan respon dibanding Sidoarjo dan Gresik. Di mana akhirnya, PSBB yang seharusnya bisa menekan angka penyebaran Covid-19 justru tidak tercapai. "Hal ini semua yang membuat saya dan para legislator sangat gelisah akhir-akhir ini. Dari kegelisahan itulah kami kemudian berinisiatif membentuk pansus untuk mengawal percepatan penanganan Covid-19," ujarnya. Laila mengakui, pembentukan pansus ini masih terjadi perdebatan di sebagian kecil internal DPRD Surabaya. Namun ia dan kawan-kawannya --yang ingin membentuk pansus-- sebenarnya hanya berharap DPRD dan Pemkot Surabaya berkolaborasi dalam penganan Covid-19 ini secara sistematis dan terukur. Tak ada tujuan lain daripada itu. "Penilaian pihak tertentu yang menganggap usulan pansus ini menimbulkan kegaduhan, menurut saya sangat berlebihan. Tidak beralasan. Sebab, saat ini semua pihak harusnya bergerak bersama-sama. Memberikan kontribusi bersama-sama. Tentu sesuai tugas, pokok, dan fungsinya," jelasnya. Pemkot tidak bisa sendirian dalam menangani pandemi ini. Di daerah lain, di negara lain, semua stakeholder juga bergerak bersama-sama. Dan Pemkot juga tidak bisa menangani pandemi ini tanpa roadmap yang jelas. Hanya bekerja dengan peta buta. Laila berharap kerja-kerja melawan pandemi ini bukan dilakukan dengan mencari sensasi dan pencitraan. "Jangan ada ego sentris dalam menghadapi masalah ini. Semua harus bergandeng tangan menyelamatkan bangsa dan negara," pungkasnya. (adv/tea)Ikuti update berbagai berita pilihan dan terkini dari portaltiga.com di Google News.