Umum

Tepis Rasisme, Khofifah diberi Noken Dan Gelar Mama Papua

Baca Juga : Relawan Khofifah-Emil Sediakan Kopi Gratis untuk Pertebal Kemenangan di Surabaya

Portaltiga.com - Gubernur Khofifah Indar Parawansa menerima Noken dari sejumlah Pendeta asal Jayapura, Manokwari, Sorong, dan Pegunungan Arfak, Senin (26/8). Noken adalah tas asli Papua yang terbuat dari serat kulit kayu yang biasa digunakan oleh mama-mama di Papua untuk membawa hasil panen sayur atau buah. Di tanah papya noken bukan hanya sekedar tas namun juga simbol kehidupan yang baik, perdamaian dan kesuburan bagi masyarakat papua. Kunjungan para pendeta tersebut diterima langsung Khofifah di Gedung Negara Grahadi, Surabaya. Dalam kunjungan tersebut, Khofifah kembali diberi gelar Mama Papua. Hadir dalam kunjungan tersebut Pdt. Daniel Sukan (Ketua Sinode Gereja Persekutuan Kristen Alkitab Indonesia), Pdt. Pithein Maniani, MTh (Ketua BAMAG LKKI Prov. Papua Barat), Pdt. Dr. Yan Pieth Wambrauw, MTh. (Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja se-Kota Jayapura, mewakili Persekutuan Gereja-Gereja Papua), Pdt. Dr. Alfius Aninam, MPd (Penasihat Asosiasi Pendeta Provinsi Papua), Ev. Nicodemus Mauri, STh (Gereja Kingmi di Tanah Papua), Pdt. Max Musa Karubaba, STh (Majelis Daerah Gereja Pantekosta di Indonesia / GPdI Prov. Papua Barat). Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja Sekota Jayapura, Yan Pieth Wambrauw mengatakan, pemberian gelar Mama Papua kepada Khofifah merupakan suatu bentuk harapan agar anak-anak Papua yang ada di Jawa Timur mendapatkan perhatian dan perlindungan oleh Khofifah. "Bu Khofifah adalah orang yang punya rumah di sini sedangkan kami jauh di Papua. Kemana-mana anak kami pergi mereka harus menghormati orang yang ada di situ dan orang tua disitu akan menjadi orangtua yang bertanggung jawab kepada anak-anak Papua," ucap Pieth. Selain itu, saat menjadi Menteri Sosial, Khofifah juga dianggap banyak berkontribusi terhadap peningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua. Sementara itu, Khofifah menuturkan jika dirinya tidak pernah membeda-bedakan perhatian terhadap siapapun yang tinggal di wilayah Jawa Timur. Menurutnya, apapun suku, agama, ras, dan budayanya selama dia tinggal di Jawa Timur maka akan mendapatkan perlindungan dan perhatian yang sama. Khofifah menyambut hangat para pendeta. Dirinya sangat berharap, tali persaudaraan yang sudah terjalin antara Jatim, Papua dan Papua Barat tetap terjaga dengan baik. Kami bahagia menyambut kehadiran para pendeta dari Jayapura, Manokwari, Sorong. Kita semua mempunyai harapan besar terhadap Persaudaraan Indonesia. Persaudaraan kita dapat berjalan baik, yang mempersatukan kita adalah Indonesia, ujar Khofifah panggilan akrab Gubernur Jatim. Menurut Khofifah, religius leader termasuk para pendeta di dalamnya menjadi bagian perekat kebersamaan dan persaudaraan antara Papua-Jatim. Pendeta Agus dari BAMAG sempat bersilaturahmi dengan kami, ikut membantu komunikasi kami dengan religius leader di Papua dan Papua Barat. Kami bersyukur para pendeta dari Jayapura, dari Manokwari, dan Sorong berkenan silaturrahim, tukar pikiran dan hadir di sini, katanya. Ia juga menyampaikan kepada para pendeta, bahwa dirinya telah menjalin komunikasi yang baik dengan anak-anak Papua. Dan pertemuan ini, menurutnya, menjadi bagian penting dalam sebuah sambung rasa untuk membangun kesepahaman bersama. Bahkan tidak sekedar membangun kesepahaman, tapi juga untuk membangun rasa saling percaya dan saling menghormati. Kita bisa membangun mutual respect jika sudah ada mutual understanding dan mutual trust. Satu dengan yang lain memahami, saling percaya dan saling menghormati, tutur gubernur perempuan pertama di Jatim ini. Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja se-Kota Jayapura Pendeta Dr. Yan Piet Wambrauw, MTh mengatakan, pihaknya beserta rombongan datang mewakili Persekutuan Gereja Papua dan Papua Barat untuk mengunjungi anak-anak Papua dan Papua Barat di Jatim. Kita sudah tahu apa yang terjadi beberapa hari yang lalu, sangat disayangkan itu terjadi. Dan karena anak-anak kami datang ke sini untuk studi, maka kami berharap anak-anak bisa kuliah lagi. Mereka kembali menuntut ilmu. Dengan harapan suatu saat mereka akan kembali ke Papua maupun Papua Barat bisa membangun bersama dengan masyarakat, jelasnya. "Kami sangat berharap dan percaya pasti urusan itu akan selesai dengan baik. Tidak ada pihak manapun yang dirugikan, tambah dia. Harapan lainnya, yaitu Kota Surabaya bisa menjadi sebuah model untuk menyelesaikan masalah khususnya yang berhubungan dengan mahasiswa. Selain itu, kepada pemerintah setempat dalam hal ini, Gubernur Jatim Khofifah diharapkan bisa menjadi orang tua terdekat bagi warga ataupun mahasiswa Papua yang tinggal di Jatim. Semantara itu, Kapolda Jatim Irjen Pol Luki Hermawan mengatakan, kunjungan para pendeta dari Papua dan Papua Barat ini sangat baik sekali. Diharapkan bisa mencairkan suasana. Luki mengatakan, permasalahan dugaan ujaran kebencian atau rasisme di Asrama Mahasiswa Papua (AMP) masih dalam proses. Dalam mengusut kasus ini pihaknya membagi dua fokus. Fokus pertama terkait dugaan pembuangan dan pengrusakan bendera yang kini ditangani Mapolrestabes Surabaya. Sementara fokus kedua mengusut oknum yang mengatakan ujaran rasis kepada mahasiswa Papua. "Untuk masalah kasus penyidikan, ini kami dalam proses. Dimana kasus ini terpecah menjadi dua. Ya itu kasus bendera. Ini kasus inti, kasus awal sebelum terjadi masalah yang lain. Di mana kasus bendera ini diproses oleh Polrestabes. Ini sudah 64 orang kita periksa. Dimana 42 orang ini dari mahasiswa, dari asrama. Kami lakukan interograsi menyatakan ini tidak tahu. Dan sisanya dari saksi masyarakat setempat, dari ormas sudah kami periksa semuanya terkait pengrusakan bendera," papar Luki.(fey/fey)

Ikuti update berbagai berita pilihan dan terkini dari portaltiga.com di Google News.

Berita Terkait