Minim Pasokan Air Bersih, Pengungsi Gempa Lombok Terpaksa Minum Air Sungai

Baca Juga : Respon Elnino, Partai Golkar Surabaya Bagikan Air Mineral ke Warga Pesisir

Portaltiga.com - Minimnya pasokan air bersih bagi Para pengungsi korban gempa di Kabupaten Lombok Utara, NTB membuat para pengungsi memilih untuk meminum air sungai sebagai upaya untuk bertahan hidup. "Pipa air macet pasca gempa kemarin, karena air sulit terpaksa kita dan para pengungsi lain masak pakai air sungai," ungkap Tono, seorang pengungsi di Desa Sokong, Kecamatan Tanjung, pada Selasa (14/8/2018), Namun hal itu pun malah menimbulkan masalah baru bagi pengungsi. Para pengungsi kini mulai diserang penyakit diare yang diduga karena meminum air sungai. Tono mengakui mulai merasakan penyakit diare sejak Senin (13/8/2018), dan hingga saat ini penyakit dideritanya belum sembuh. Tidak ada petugas kesehatan yang datang melihat mereka di tempat pengungsian. "Selain tidak ada petugas, obat-obatan juga sama sekali gak ada di lokasi pengungsian," ujar Tono seperti dilansir Antara, Rabu (15/8/2018). Ia menjelaskan, mulai merasakan penyakit tersebut setelah meminum air dari sungai yang di masak karena tidak ada air bersih. Bahkan diakuinya, tak hanya dia yang mengalami penyakit semacam itu, tapi juga warga lain yang kini tinggal di tenda-tenda pengungsian. Sebelum gempa terjadi, menurutnya, kebutuhan air baik itu masak, mandi dan lain-lainnya menggunakan air dari Pengelolaan Air Minum Desa (PAMDES) setempat. Lebih lanjut Tono mengatakan, dirinya sangat berharap kepada pemerintah untuk memberikan obat-obatan untuk para pengungsi seperti obat luka, pilek dan diare. "Yang kita butuhkan di sini obat-obatan seperti obat diare, maag, demam dan flu, sementara untuk logistik, insyaallah cukup buat warga," katanya. Marjito pelaksana tugas (PLt) Kepala Dinas Kesehatan NTB di Tanjung membenarkan, jika saat ini para pengungsi yang mendiami lokasi-lokasi pengungsian sudah diserang penyakit. Mulai dari penyakit kulit, infeksi saluran pernapasan akut atau ISPA, maag, stres ringan hingga diare. "Paling banyak keluhannya itu ISPA dan diare," ungkap Marjito. Ada sejumlah penyebab sehingga para pengungsi ini diserang penyakit, antara lain lingkungan yang tidak bersih, minimnya ketersediaan air bersih dan tidak adanya fasilitas MCK yang memadai di lokasi pengungsian. "Inilah mengapa saat ini banyak warga yang mulai mengidap penyakit dan ini menjadi pekerjaan rumah buat kita bersama untuk memecahkannya," ucapnya. Marjito menyebutkan, saat ini total pengungsi di Kabupaten Lombok Utara mencapai 150 ribu orang. Terdiri dari orang tua, anak-anak, bayi dan balita serta para lansia. Dengan banyaknya pengungsi tersebut, pihaknya perlu melakukan antisipasi. Sehingga yang sehat tidak pengaruh dan tidak terkena dampak penyakit. Sementara untuk kebutuhan obat-obatan, menurutnya, sudah tercukupi. Hanya saja, persediaan obat-obatan untuk jenis tertentu belum tersedia. Sedangkan, untuk posko kesehatan, pemerintah telah menyediakan sejumlah posko kesehatan dengan harapan pelayanan kesehatan bisa tetap normal. "Untuk Lombok Utara saja ada 8 pos kesehatan yang kita dirikan. Tapi kita juga dapat bantuan rumah sakit terapung KRI Suharso. Termasuk rumah sakit rujukan seperti RSUP NTB, RSUD Kota Mataram, Bhayangkara, Risa, RS Jaka, RS slam, RS Tripat Gerung, rumah sakit angkatan darat," jelas Marjito. Lebih lanjut, Marjito menyatakan dalam penanganan kesehatan pada masa tanggap darurat ini, pihaknya juga diperkuat 171 dokter spesialis, mulai bedah anak, bayi dalam kandungan, psikiater, ortopedi. Kemudian 228 dokter umum perawat 255, bidan 38, psikolog dan non medis 268 orang. "Mereka ini kita sebar di 1.004 pos kesehatan di Lombok Utara, termasuk RSUP provinsi dan rumah sakit lapangan," tambahnya. (ant/tea)

Ikuti update berbagai berita pilihan dan terkini dari portaltiga.com di Google News.

Berita Terkait
Berita Terpopuler
Berita Terbaru