Baca Juga : Berdampak Serius Terhadap IHT di Jatim, Ketua DPD RI Soroti Kenaikan Cukai 10 Persen
Portaltiga.com - Gabungan Pengusaha Rokok (Gapero) kecewa dengan rencana kanaikan cukai rokok. Kebijakan ini dampaknya sangat merugikan rakyat kecil. "Dengan naiknya cukai 23% dan harga jual eceran (HJE) 35 % diperkirakan akan terjadi penurunan volume sebesar 15% di tahun 2020," kata Ketua Gapero Surabaya Sulami Bahar pada wartawan, Kamis (19/9/2019) Dampaknya, lanjut dia, adalah terganggunya ekosistem pasar rokok, penyerapan tembakau dan cengkeh akan menurun sampai 30%, rasionalisasi karyawan di pabrik, maraknya rokok illegal yang dalam dua tahun sudah menurun. "Rokok ilegal menurun selain karena gencarnya penindakan, juga dikarenakan kebijakan cukai dan HJE yang moderat beberapa tahun terakhir. Dengan kebijakan ini rokok ilegal pasti akan marak lagi," tegas Sulami "Pertanyaannya, kalau mau mematikan industri ini apakah sudah ada penggantinya? Apakah benar jika pabrikan rokok dalam negeri tidak beroperasi maka kesehatan masyarakat dan polusi udara lebih baik secara signifikan?" lanjutnya. Selama ini, jelas dia, pemerintah menaikkan cukai rata-ratanya sekitar 10%, kecuali tahun 2020. Dengan adanya keputusan pemerintah yang menaikkan rata-rata cukai 23% dan HJE 35 % yang sangat eksesif, tentu akan menyebabkan dampak negatif untuk industri. Gapero juga kecewa karena rencana kenaikan besaran cukai dan HJE yang sangat tinggi tersebut tidak pemah dikomunikasikan dengan pabrikan. Padahal itu sudah diatur di UU 39/2017 Pasal 5 ayat 4. "Harapan kami, tolong pemerintah mengubah kebijakan ini. Meski sudah akan disahkan tapi masih bisa direvisi. Beri kepastian hukum dalam berusaha di industri rokok ini," harapnya. Perlu diketahui Gapero adalah asosiasi yang mewakili pabrikan kretek, yang merupakan produk khas Indonesia (heritage). Anggotanya semua jenis yang meliputi Golongan II, Golongan II/menengah dan Golongan Ill/kecil, dengan jumlah pabrik sekitar 454 unit. Gapero memiliki pangsa pasar 70% Industri Hasil Tembakau (IHT) di Indonesia. IHT merupakan industri yang strategis, memberikan kontribusi terbesar bagi pendapatan negara sebesar 10% dari APBN atau sebesar Rp 200 triliun (cukai, Pajak Rokok daerah, dan PPN). IHT juga menyerap 7,1 juta jiwa yang meliputi petani, buruh, pedagang eceran, dan industri yang terkait. (ars/abi)Ikuti update berbagai berita pilihan dan terkini dari portaltiga.com di Google News.