Baca Juga : Fraksi Demokrat Doakan Khofifah-Emil Menang Pilgub, Kawal Program 5 Tahun Mendatang
Portaltiga.com - Puluhan aktivis perempuan dari bergagai elemen yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat (Gemas) Jatim melakukan aksi unjuk rasa di kantor DPRD Jawa Timur, Selasa (17/9/2019). Dalam aksinya itu, mereka mendesak agar DPR RI segera mengesahkan Rancangan Undang Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Sosial (P-KS) yang selama ini molor hampir selama tiga tahun. Menurut Nurul Kencono Endah Triwiati, koordinator aksi, jumlah kekerasan seksual terus naik setiap tahunnya. Di Jawa Timur, bahkan, laporan kekerasan seksual mencapai ribuan jumlahnya. Jumlah itu adalah yang terbesar kedua di Indonesia, setelah DKI Jakarta. Ironisnya, meski banyak terjadi laporan, kasus kekerasan seksual yang diproses hingga ke pengadilan masih rendah. "Ini sudah sangat darurat karena setiap daerah siapapun sudah ngomong seperti itu. Peningkatan jumlah pelapor (kekerasan seksual) di komnas perempuan juga ribuan. Dan itu kalau dikonversikan di BPS kalau dihitung hanya satu persen yang melapor dan yang masuk proses hukum hanya 30 persen. Dan sampai pengadilan 10 persen. Kasusnya tidak tertangani dan korbannya dibiarkan lepas mengurusinya sendiri. Di DPR sudah tiga tahun lebih ini kan aneh," katanya. Dia berharap, dengan pengesahan RUU PKS, maka korban kekerasan seksual bisa mendapatkan penanganna yang serius dari pemerintah. Selama ini, banyak korban yang enggan melapor karena memang tidak mendapatkan perlindungan dan cenderung akan menjadi aib jika mereka mengungkapkannya ke publik. "Banyak sekali anak-anak dan pelakunya adalah guru. Nah, mereka menggunakan posisi mereka sebagai orang yang dihormati dan dituruti dan memanfaatkan situasi. Tidak hukum yang responsif dan membuat pelaku jera, karena hukum tidak mengatur apa yang harus dilindungi, memberikan layanan dan bagaimana memperlakukan korban," katanya. Nurul Kencono menduga, korban yang melaporkan kekerasan seksual itu hanya sedikit saja. Dia menduga, ada fenomena gunung es, dan masyarakat enggan melaporkan peristiwa kekerasan seksual karena memang payung hukum bagi korban masih lemah. Sementara itu, salah satu anggota DPRD Jatim dari Fraksi Partai PDIP Perjuangan Hari Putri Lestari mengatakan tak kunjung disahkannya RUU P-KS tersebut bisa dikatakan telah mempermainkan dan menyakiti perasaan seluruh korban di Indonesia. Bagi kami RUU P-KS memberikan payung hukum untuk dapat mencegah dampak kekerasan seksual yang berjangka panjang, ungkapnya. Diungkapkan oleh wanita yang juga aktivis perburuhan ini, RUU P-KS adalah solusi atas situasi darurat kekerasan seksual. Dimana dari data Komnas perempuan merilis catatan tahun 2018 jumlah kekerasan seksual naik menjadi 406.178 dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 348.466. Dan di Jatim menduduki peringkat ke 2 terbanyak kasus kekerasan, jelasnya. Hal senada juga dikatakan Ketua fraksi PKB DPRD Jatim Anik Maslachah. Ia menambahkan bagi FPKB Jatim, penuntasan RUU P-KS menjadi manivestasi kebijakan khusus untuk memberantas tindak pidana kekerasan seksual dengan menghadirkan hukum restorative yang merupakan wujud kehadiran negara dalam melindungi seluruh warganya. Khusus di Jatim, sambung wanita yang juga Calon Bupati Sidoarjo ini bahwa FPKB Jatim mendorong agar di Jatim diadakan pengadaan shelter dan layanannya melalui APBD Jatim di beberapa titik strategis. Kami juga mendorong mengkomunikasikan dan mendorong Kapolda Jatim untuk standart layanan di UPPA Polres se Jatim yang responsive gender dan hak anak-anak. Selain itu, kami juga mendorong Pemprov Jatim agar perlu difasilitasi di setiap bakorwil untuk perlu adanya pendampingan," tandas dia. (wan/abi)Ikuti update berbagai berita pilihan dan terkini dari portaltiga.com di Google News.