Ini Hasil Pertemuan Wali Murid di DPRD Jatim Membahas PPDB Zonasi

Baca Juga : Kasus DBD di Sampang Meningkat, Ini Imbauan DPRD Jatim

Portaltiga.com - Puluhan orang tua siswa SMP dan sejumlah pegiat pendidikan yang tergabung dalam Komunitas Peduli Pendidilkan Anak (Kompak) SMP se-Surabaya mendatangi DPRD Jawa Timur. Dalam rapat dengar pendapat tersebut membahasa mengenai Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA/SMK di Jawa Timur. Para wali murid meminta Gubernur Jatim melakukan diskresi terhadap kebijakan yang dinilai diskriminatif. Mereka keberatan Pemprov Jawa Timur menerapkan PPDB mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 51/2018 tentang Petunjuk Teknis PPDB TK, SD, SMP, dan SMA. Poin utama keberatan mereka adalah penerimaan siswa baru berdasarkan zonasi dengan ukuran jarak dari rumah calon siswa ke sekolah, dan tidak lagi menggunakan ukuran nilai Ujian Nasional (UN) sebagai landasan penerimaan siswa baru. Ketua Komunitas Peduli Pendidilkan Anak SMP se-Surabaya Jospan, mengatakan penerapan sistem zonasi ini mengorbankan hak anak-anak untuk memilih sekolah bermutu dan berkualitas. Karena menurutnya, sekolah yang dianggap bermutu di Surabaya berada di zona satu. "Di Surabaya, sekolah (SMA) bermutu yang dirilis Kemendikbud sendiri pada 2018 itu SMA Negeri 1, 2, 5, 6,15, dan 16. Bagi masyarakat, yang lain belum termasuk sekolah bermutu," katanya di rapat yang juga dihadiri Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur Saiful Rahman, Senin (29/4/2019) sore, di DPRD Jatim. Padahal, sesuai pasal 7 dalam Undang-Undang 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, setiap warga negara, dalam hal ini orang tua, memilih hak untuk memlihkan sekolah bermutu bagi anak-anaknya. "Kami sedih, sekolah bermutu yang ada, semuanya masuk zona 1. Tolong, kami segera dikasih tahu, apa benar zonasinya seperti itu? Karena yang meresahkan bagi kami pembagian zonasi ini yang berubah-ubah setiap tahun," katanya. Oleh karena itu, Kompak SMP Se Surabaya meminta DPRD Jatim bisa menjembatani dengan Gubernur dan Kadiknas Jatim untuk melakukan diskresi terhadap Permendikbud No.51 Tahun 2018, dengan melakukan modifikasi kebijakan atau pengembangan terhadap model pelaksanaan PPDB 2019/2020. Kami berharap menunda Permendikbud dan mengubah komposisi persentse zonasi 90 % mengingat sekolah bermutu di Surabaya dan daerah lain di Jatim yang diakui Permendikbud hampir semuanya masuk ke dalam satu zona, tegas Jospan. Senada, Erni pemerhati pendidikan Surabaya menyayangkan kenapa sebelum menerbitkan Permendikbud 51/2018 tidak terlebih dulu dilakukan uji publik. Ironisnya lagi penerapan PPDB siswa SMA/SMK 2019 disosialisasikan di akhir tahun pendidikan sehingga para orang tua tidak bisa memilih sekolah terbaik bagi anak-anaknya. Kalau memang masih diberlakukan sistem zonasi, kami berharap PPDB 2019 menggunakan sistem seperti tahun lalu dengan pertimbangan utama nilai Ujian Nasional (UN) bukan jarak tempat tinggal siswa, tegas perempuan asli Madura ini. Sementara itu, Ketua Komisi E DPRD Jatim, Hartoyo menegaskan bahwa para orang tua siswa berkeinginan PPDB tahun ajaran 2019/2020 yang mengacu Permendikbud 51/2018 tidak diberlakukan sekarang karena dinilai diskriminatif dan mengkebiri hak anak dalam mendapatkan pendidikan yang bermutu. Sebagai jalan tengah, para orang tua siswa berharap PPDB 2019 menggunakan sistem tahun sebelumnya yang dinilai lebih adil karena nilai UN yang standar nasional dijadikan sebagai syarat utama anak didik bisa memilih sekolah yang diinginkan. Karena itu kami minta Dinas Pendidikan Jatim segera berkoordinasi dengan Kemendikbud untuk meminta diskresi Jatim bisa memberlakukan PPDB seperti tahun lalu dan tanpa harus dikenai sanksi tidak bisa masuk Dapodik dan menerima BOS, katanya. (jnr/abi)

Ikuti update berbagai berita pilihan dan terkini dari portaltiga.com di Google News.

Berita Terkait
Berita Terpopuler
Berita Terbaru