Baca Juga : KPU Bekerja Sangat Apik, Ganjar-Mahfud Nomor 3
Oleh: Dr Kuswanto, SH, MHum Tanpa terasa wabah atau pandemi Corona Virus 2019 (Covid-19) sudah hampir berlangsung 2 tahun, fluktuasi jumlah masyarakat yang terpapar cukup menghebohkan, dari saat mulai tersebarnya virus yang muncul kali pertama di Wuhan China masuk ke Indonesia awal 2020 secara perlahan terus bertambah bahkan menunjukkan kenaikan yang sangat signifikan. Sebaran kasus Covid-19 di Indonesia, khususnya di Provinsi Jawa Timur yang sempat menjadi episentrum nasional sejatinya sempat turun, bahkan terkendali selama beberapa bulan. Namun grafiknya kembali naik lagi setelah liburan Natal dan Tahun Baru 2021. Lonjakan signifikan kasus Covid-19 kembali terjadi setelah moment lebaran Hari Raya Idul Fitri 1442 H, karena masih ada pergerakan masyarakat dari kota-kota besar ke daerah asal, bersamaan dengan kepulangan puluhan ribu Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke kampung halaman. Tak ayal varian baru Covid-19 dari luar negeri seperti dari India dan Afrika juga mulai ditemukan di Indonesia termasuk di Jatim hingga penyebarannya kemudian menjadi tak terkendali hingga fasilitas kesehatan yang ada tak mampu menampung pasien Covid-19. Untuk menangani ledakan kasus Covid-19 gelombang kedua, pemerintah akhirnya mengambil kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di wilayah Jawa-Bali berlangsung mulai 3 - 20 Juli 2021. Konsekuensi PPKM Darurat juga diikuti dengan sejumlah pembatasan mobilitas masyarakat. Dampaknya pun cukup terasa karena hampir semua kegiatan terhenti, mulai perkantoran di sektor Non Esensial wajib menerapkan 100 % Work From Home (WHF) atau kerja dari rumah. Sedangkan untuk sektor esensial boleh kerja di kantor atau Work From Office (WFO) boleh 50 % kapasitas dengan menerapkan Protokol Kesehatan ketat. Dan di sektor kritikal boleh kerja di kantor atau Work From Office dengan protokol Kesehatan ketat. Sementara sekolah masih tetap wajib online atau daring, Pusat perbelanjaan / Mal / Pusat Perdagangan di tutup sementara. Setelah masa PPKM Darurat berakhir tak kunjung membuahkan hasil positif, pemerintah kembali memperpanjang dengan mengubah istilah menjadi PPKM Level 4 berlaku hingga 2 Agustus 2021. Jika merujuk Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomer 22 Tahun 2021 berlaku untuk Wilayah Jawa-Bali. Secara prinsip ketentuannya masih tetap sama hanya ada kelonggaran-kelonggaran yang diharapkan masyarakat masih bisa bekerja dengan waktu operasional dibatasi. Kalau mau menghitung dampak pandemi tentunya urat nadi kehidupan masyarakat adalah di sektor ekonomi. Dengan adanya pembatasan aktivitas masyarakat itu sama halnya dengan pembatasan masyarakat dalam mencari nafkah, sehingga kalau berlangsung terlalu lama bisa muncul gejolak sosial yang menuntut kehadiran Negara untuk mencukupi kebutuhan makan masyarakat. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Kedaruratan, hanya saja PPKM Darurat / Level 4 tidak mengacu pada UU Kedaruratan. Namun tak bisa dihindari dampaknya pasti ke gejolak sosial politik yang sudah dirasakan mulai memanas akhir-akhir ini. Sedangkan sektor pendidikan, apa yang bisa kita harapkan dari sistem pembelajaran daring tanpa tatap muka, karena pendidikan tidak cukup transfer materi ilmu pendidikan tapi juga budi pekerti, agama dan pelatihan hidup sebagai mahluk sosial yang perlu toleransi dan kerjasama dengan sesama. Saya sebagai anggota DPRD Provinsi Jawa Timur dari Fraksi Partai Demokrat, yang dipercaya sebagai Ketua Komisi D bidang Infrastruktur, juga sangat prihatin karena selama PPKM berlangsung, sampai diperpanjang hingga 2 Agustus 2021, tidak ada kegiatan yang bisa dilakukan di kantor dewan, karena jajaran Sekretariat Dewan juga melaksanakan tertib PPKM dengan menerapkan kerja dari rumah atau Work From Home. Akibatnya, fungsi anggota DPRD sesuai perintah Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, Pasal 96 Ayat (1), yakni Pembentukan Perda Provinsi, Anggaran dan Pengawasan, tidak bisa berjalan efektif. Padahal beredar berita tentang rendahnya serapan APBD Jatim, tentu hal ini perlu pendalaman lebih lanjut oleh DPRD lewat Dinas terkait yang bisa dilakukan dengan pola kemitraan di komisi-komisi, sehingga masyarakat juga bisa mendapat informasi atau data yang jelas terkait apa yang menjadi kendala yang dialami, sampai terjadi serapan anggaran Pemprov Jatim rendah dari kaca mata DPRD. Dalam keadaan normal anggota DPRD lewat kerja kolektif dalam wadah komisi mitra terkait bisa meminta data dan sekaligus mengundang dinas, sebagai perwujudan fungsi Pengawasan sesuai perintah Undang-Undang. Tapi kenyataan sekarang dalam suasana PPKM tidak mungkin itu dilakukan. Hanya tinggal berharap pandemi segera meredah agar anggota DPRD bisa menjalankan fungsinya secara efektif, dan harapan selanjutnya kepada dinas mitra terkait bisa memahami kondisi ini dengan tetap semangat menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Selain itu ada juga terlontar permintaan Hak Angket dari anggota DPRD Jatim, yang sebenarnya sesuai Pasal 115 UU No 23 Tentang Pemerintah Daerah, bahwa Hak Angket diusulkan oleh minimal 15 orang anggota dan berasal lebih dari 1 Fraksi, dan usulan itu harus disetujui oleh Rapat Paripurna yang dihadiri 3/4 anggota yang ada yang jumlahnya 120 orang anggota, dan persetujuannya diperoleh dari 2/3 dari peseta Rapat Paripurna yang hadir. Jadi wacana Hak Angket yang dilontarkan tanpa melihat dan memperhatikan Pasal 115 UU No 23 Tahun 2014 sifatnya hanya membuat kegaduhan politik saja, kecuali ada tahapan-tahapan konkrit menuju pengajuan Hak Angket yang bisa dibuktikan secara tertulis dukungan dari anggota dan fraksi. Begitu juga sorotan terhadap rangkap jabatan untuk beberapa Dinas atau Biro yang memasuki masa pensiun, sebenarnya harapan kita semua pergantian jangan berlarut-larut. Artinya, gubernur harus juga ada keberanian memperikan promosi dari Eselon 3 ke Eselon 2, untuk mengisi kekosongan jabatan kepala OPD yang ada. Menurut hemat saya akan jauh lebih efektif daripada rangkap jabatan, yang kita ragukan bisa berkonsentrasi dengan baik, yang berakibat juga pada rendahnya serapan APBD. Harapan saya dalam situasi Pandemi seperti sekarang ini, sebaiknya kita hindari hal-hal yang bisa memicu kegaduhan politik di Jawa Timur, semua pihak bisa introspeksi bukan justru menjadi pemicu kegaduhan, konsentrasi kita harus fokus ke penanganan Covid-19. *) Penulis adalah Ketua Komisi D DPRD Jawa TimurIkuti update berbagai berita pilihan dan terkini dari portaltiga.com di Google News.