Baca Juga : Nenek 74 Tahun Ini Mendunia Gegara Hobi Main Mobile Legends
Portaltiga.com - Ternyata banyak hubungan pasangan suami istri (pasutri) yang kandas akibat salah satu pasangannya kecanduan main game online. Seorang mediator perceraian Katherine Miller dari firma hukum Miller Law Group, mengatakan telah menerima 4.700 gugatan cerai sepanjang 2018 lalu. Pengacara yang khusus menangani kasus perceraian di Inggris tersebut mengungkapkan, 5 persen dari total jumlah gugatan cerai menyebutkan kecanduan game Fortnite dan game online lainnya sebagai penyebab perpisahan. "Saya punya klien mungkin bukan spesifik karena Fortnite, tapi (dalam gugatannya) menyebutkan bahwa dia selalu duduk di sofa main game. Dia selalu terlibat di dalamnya. Mereka (keluarga) jadi sangat jauh dari orang tersebut," kata Katherine Miller seperti dikutip dari CBS New York. Lantas, apa yang membuat wanita minta cerai saat suaminya kecanduan game online? Katherine menyebutkan bahwa kurangnya komunikasi menjadi faktor utama dalam perceraian terkait kecanduan game online. Ya, teknologi lah yang berperan besar dalam rusaknya hubungan asmara maupun rumah tangga. "Kita lihat kini pornografi atau game online semakin bertambah, texting, ketidakmampuan mempertahankan hubungan personal karena dunia digital sangat berpengaruh dan menekan," ujar Katherine. Terapis percintaan Gwen Mancuso juga mengamini bahwa kurangnya komunikasi akibat terlalu asyik main game adalah penyebab banyak pasangan berpisah. Ia menjelaskan, kecanduan game kini sudah menjadi salah satu masalah rumah tangga yang memerlukan komunikasi, kejujuran dan keterbukaan untuk mengatasinya. "Aktivitas apapun yang membuat orang jadi tidak bisa meluangkan waktu bersama pasangan akan merusak kualitas sebuah hubungan," terang Gwen. Banyaknya efek negatif yang ditimbulkan akibat kecanduan game, membuat World Health Organization (WHO) menetapkan kondisi ini sebagai 'gaming disorder'. WHO menyebut bahwa gaming disorder sebagai salah satu bentuk gangguan mental. Dalam situs resminya, WHO mendefinisikan gaming disorder sebagai, "Lemahnya kontrol terhadap bermain game, meningkatnya prioritas pada bermain game daripada aktivitas lainnya hingga sampai pada titik melebihi minat dan aktivitas harian lainnya serta keberlanjutan atau peningkatan pada bermain game." Meski begitu, WHO menegaskan bahwa gaming disorder hanya sesuatu yang harus didiagnosis dan hanya mempengaruhi sekelompok kecil orang yang memang terlibat dalam aktivitas game, baik berupa video maupun digital. (walipop/abi)Ikuti update berbagai berita pilihan dan terkini dari portaltiga.com di Google News.