Baca Juga : Pidato Megawati Dinilai Bukti Kekuatan Karakter Leadership dan Kenegarawanan
Portaltiga.com - Wacana pemekaran daerah pemilihan (dapil) Kota Surabaya pada Pemilu Legislatif 2024, adalah suatu keniscayaan. Menurut Mochtar W Oetomo, Direktur Surabaya Survey Center (SSC), hal itu harus dilakukan dengan hati-hati dan mempertimbangkan beberapa prinsip. Pertama, tentu harus memperhatikan prinsip equality dan proporsionality. Yakni prinsip kesetaraan nilai suara. Maksudnya nilai atau harga kursi tiap dapil harus setara. Jangan terlalu njomplang antara satu dapil dengan dapil lainnya. Misalnya dalam membagi dapil untuk wilayah Surabaya pusat yang padat penduduk, dan wilayah Surabaya Barat yang sedikit penduduk harus betual equal dan hati-hati," ungkap Mochtar, Sabtu (22/5/2021). Alumnus Universiti Sains Malaysia ini menambahkan prinsip equality ini jika tidak dilakukan dengan hati-hati bisa melahirkan problem baru, yakni tentang luas wilayah dapil. Sebagaimana yang terjadi di dapil 5 surabaya yang memiliki luas wilayah sampai 9 kecamatan, dan dapil 3 yang memiliki luas wilayah sampai 7 kecamatan. Dari sisi proporsi dan komposisi penduduk mungkin equal, tapi dari sisi luas wilayah menjadi tidak equal. Sehingga dalam praktiknya menjadi berat bagi anggota dewan dari dapail tersebut untuk melayani konstituennya karena tersebar dalam cakupan wilayah yang luas. Ini berakibat pada layanan anggota depan ke dapil tersebut menjadi sulit untuk optimal. "Kedua, integritas wilayah. Maksudnya wilayah satu dapil berada dalam satu kesatuan wilayah. Jadi berbatasan wilayah secara langsung. Tidak boleh kecamatan dalam satu dapil dibatisi oleh wilayah kecamatan lain yang masuk dapil berbeda. Ini jika dikaitkan dengan prinsip equality dan proporsinality diatas juga akan melahirkan kompleksitas dalam menatannya," jelas Mochtar. Lebih lanjut Mochtar menjelaskan prinsip yang ketiga adalah cohesivity atau kohesivitas. Yaitu pembagian dapil harus memperhatikan konteks kesejarahan, budaya, adat istiadat dan kelompok minoritas. Sebagai misal kelompok etnis tertentu yang domisilinya terkonsentrasi diwilayah tertentu harus mendapatkan perhatian, bagaimana semaksimal mungkin bisa tercakup dalam satu wilayah dapil. Wilayah Surabaya utara misalnya bisa menjadi contoh, ujar Mochtar. Berikutnya adalah prinsip kesinambungan. Dalam hal ini harus diperhatikan betul rencana pembangunan dan pengembangan kota tentang adanya kemungkinan pemekaran wilayah kecamatan atau kelurahan di kemudian hari. Sehingga apakah wilayah dapil yang ditetapkan itu memiliki kemungkinan untuk terus berlanjut di kemudian hari atau justru sebaliknya malah akan jadi pecah berantakan. Misalnya untuk wilayah kecamatan Tambaksari dan Sawahan yang jumlah penduduknya empat kali lipat dibanding kecamatan lain, apa ada rencana pemekaran untuk kedua kecamatan tersebut. Nah, factor ini juga harus diperhatikan. Segingga komunikasi dan koordinasi dengan stakeholders, pihak pemkot misalnya, menjadi penting untuk dilakukan," jelas pengamat politik yang juga dosen Universitas Trunojoyo Madura ini. Dengan mempertimbangkan beberapa prinsip tersebut di atas, dan tentu saja ditambah dengan prinsip independensi, SSC saat ini tengah berusaha melakukan kajian tentang keniscayaan pemekaran dapil Kota Surabaya pada pemilu legislatif 2024. "Kami, SCC akan berusaha seoptimal mungkin memberikan opsi-opsi pilihan, mana sekiranya yang ideal, apa mekar menjadi 6 dapil, 7 dapil atau 8 dapil. Secepatnya, setelah kajian kami selesai akan kami publikasikan ke publik agar bisa menjadi bahan pertimbangan para stakeholders dalam merumuskan kemungkinan pemekaran dapil kota Surabaya pada Pemilu 2024, tegas Mochtar. (ars/abi)Ikuti update berbagai berita pilihan dan terkini dari portaltiga.com di Google News.