Politika

Pemerintah Belum Berpihak Kepada Petambak Garam

Portaltiga.com - Asosiasi Petambak Garam Nusantara (ASPEGNU) menuding ada tengkulak yang memainkan seolah petambak garam rakyat tak mampu memenuhi kebutuhan garam nasional sehingga pemerintah membuka kran untuk impor. "Kita yakin masih bisa memenuhi kebutuhan garam nasional tanpa harus impor," kata Ketua Asosiasi Petambak Garam Nusantara (ASPEGNU) Pandji Taufik di sela Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) ASPEGNU di Hotel Fortuna, Surabaya, Jumat (13/5). Saat ini, menurutnya, kebutuhan garam nasional mencapai 5 ton. Dari petani garam rakyat hanya memenuhinya tak sampai dari 2 ton. Sisanya dipenuhi dari impor. "Mestinya petani garam rakyat mampu memenuhi 5 ton kebutuhan garam nasional. Jumlah petani garam se- Indonesia ada sekitar 30 ribuan orang. 80 persennya dari Jatim dan Madura. Saya kok yakin kebutuhan garam nasional ini sebenarnya mampu kita atasi sendiri tanpa harus impor," ungkapnya. Peran tengkulak yang ditudingnya bermain karena selama ini petani garam rakyat harus melalui tengkulak untuk menjualnya ke perusahaan. Dari tengkulak itulah diperoleh keterangan bahwa kualitas garam petani rakyat kalah bersaing dengan kualitas garam impor. "Pada akhirnya kita memproduksi garam yang kualitasnya (KW) nomor 3, jauh di bawah kualitas garam impor. Sebab, kalau memproduksi garam yang berkualitas ujung-ujungnya tidak laku karena perusahaan lebih memilih yang impor," paparnya. Garam KW3 ini, harganya murah. Namun, bagi petani garam rakyat memberi keuntungan meski sedikit. "Daripada tidak dapat untung sama sekali. Kami bisa mengolah garam KW3 menjadi lebih baik kualitasnya," imbuhnya. Menurutnya, hal itu dilakukan bukan berarti petani garam rakyat tidak bisa membuat garam yang berkualitas seperti garam impor. Petambak garam bisa membuat garam berkualitas. Jika, itu tidak dilakukan karena tidak laku. "Sebab, sudah dimainkan oleh tengkulak dan perusahaan pasti memilih yang impor. Mending kita produksi yang KW3 tapi laku meski memberi keuntungan sedikit. Asal petani garam rakyat bisa hidup," katanya. Menanggapi hal itu, Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf, yang hadir dalam Rakornas mengaku kebijakan pemerintah pusat belum berpihak pada petani garam lokal. Salah satunya tergambar dari Peraturan Menteri Perdagangan yang tidak melakukan pembatasan impor garam. Permendag itu tertuang di nomor 125/M-DAG/PER/12/2015. Isinya, antara lain menjelaskan Pemerintah menghapus harga patokan garam, pembatasan waktu impor dan kewajiban importir garam untuk menyerap garam. Dampaknya bisa mematikan usaha garam rakyat. "Seharusnya memang Pemerintah bisa menyerap garam rakyat oleh pasar meskipun kualitasnya hingga kini masih kalah dengan garam impor. Kalau tidak, bisa membuat petambak garam kurang berkembang," tutur Gus Ipul-panggilan akrab Saifullah Yusuf. Sementara yang bisa dilakukan oleh Pemprov Jatim, menurut Gus Ipul, adalah memberi edukasi agar petani rakyat memperhatikan kualitas. "Kita rubah paradigma atau cara berpikir mereka, dari yang dulunya pasrah karena tidak mampu bersaing dengan garam impor dan hanya memproduksi garam KW3 agar ke depan menghasilkan garam yang kualitasnya bersaing," tuturnya. (Bmw)

Ikuti update berbagai berita pilihan dan terkini dari portaltiga.com di Google News.

Berita Terkait