Umum

Marak Pengusaha Air Ilegal Di Kelurahan Cibeunying, Lurah Jauhari Belum Melakukan Upaya Penertiban Yang Berarti

  Portaltiga.com:Maraknya pegusaha air ilegal di wilayah Kel. Cibeunying. Kec. Cimenyan, Kab. Bandung sangat meresahkan masyarakat. Banyak kegiatan pengeboran air bawah tanah tidak menempuh prosedur perizinan yang semestinya. Seolah terlepas dari pantauan Pemda dan Dinas terkait, pengusaha air ilegal tumbuh subur dan terus bertambah banyak. Menurut salah seorang warga setempat, "pengeboran air bawah tanah yang dilakukan pengusaha dipastikan tak berizin atau ilegal, jangan kan mengatongi ijin pemerintah, izin tetangga, RT dan RW saja dilewatkan. Banyak pengusaha berdalih bahwa pengeboran air bawah tanah tersebut untuk kegiatan sosial masyarakat, namun pada prakteknya dipakai kegiatan komersil, air diperjual-belikan layaknya perusaan PAM swasta." "Warga merasa terganggu dan dirugikan dengan banyaknya kegiatan pengusaha air ilegal ini, selain dari merusak kesuburan air sumur gali yang sudah ada, warga lain yang berniat membuat sumur gali pun dirasa percuma karena sumber air banyak tersedot oleh sumur bor (artesis) tersebut. Tidak ada larangan untuk mendirikan perusahaan air bawah tanah, namun semua ada aturannya sesuai UU dan Perda yang mengatur hal demikian", pungkas warga. Saat dikonfirmasi ke kantor Kelurahan setempat, Moch. Jauhari, BA selaku Kepala Kelurahan Cibeunying saat ditemui di ruangannya, sedikit kaku saat di tanya mengenai maraknya pengusaha air ilegal. sambil menghela napas ia menjawab, "ini sudah terjadi lama sebelum saya jadi Lurah di sini dan agak susah di tertibkan. Pengusahanya juga membangkang, diundang saja tidak hadir. "Saya sudah berusaha menertibkan cuma memang sulit, bahkan saya sudah pernah sampaikan pada Camat Cimenyan, cuma begitu saja. Untuk dinas terkait Pemkab baru lisan biasa saja dan memang belum ada upaya penindakan dan penertiban, tapi nanti di upayakan kembali. Saya baru 3 tahun menjabat disini, "pungkasnya, Minggu,(15/1). Mengenai kedalaman subur bor ilegal tersebut berdasarkan keterangan Asep selaku Seklur, kedalaman berkisar 50 s/d 90 m, berbeda dengan keterangan Moch. Jauhari. BA sebelumnya yang menyebutkan hanya 30m. Dari perbedaan keterangan tersebut terasa ada yang janggal dan seolah ada yang di tutup-tutupi. Dari pantauan media, pihak Kelurahan mempunyai perusahaan air sejenis bernama TIRTA LIGAR. Seharusnya itu sudah menjadi solusi, tidak ada alasan siapa yang bakal memenuhi kebutuhan air masyarakat yang sebelumnya di suplay oleh pengusaha air ilegal karena sebetulnya bisa di back up oleh perusahaan Kelurahan. Namun sampai saat ini pihak Keluarahan belum ada upaya maksimal dalam rangka penertiban. Warga pun mempertanyakan, "Klo memang TIRTA LIGAR resmi dan berbadan hukum, tidak seperti pengusaha air ilegal yang lain. Pihak Kelurahan harus bisa membuktikan kepada masyarakat, segera tertibkan pengusaha air ilegal itu. Kami berharap Pejabat setempat bersikap serius dan tegas atas pelanggaran ini, biar masyarakat tidak merasa was - was akan dampak ruksaknya lingkungan di kemudian hari". Pungkas warga. Ketikan ditanya mengenai legalitas TIRTA LIGAR, sontak Asep memanggil Warman yang merupakan salah seorang pengurusnya. Warman menjelaskan, Mengenai PAM swasta yang di kelola oleh saya sudah di setujui oleh pemerintah setempat sampai Kabupaten, anggarannya dari Kabupaten langsung, ada ijinnya dan berbentuk BUNGKEL (Badan Usaha Milik Kelurahan). Dengan maksud agar masyarakat sini tidak kemahalan untuk beli air, saya jual hanya 11 ribu/kibik, jadi cukup murah. "Pernah saya melakukan protes terhadap Pengusaha Ilegal, tapi dampaknya pada keluarga, saya mendapat ancaman dari pendukung Pengusaha bahkan sampai saya di kejar pakai golok karena di anggap mengganggu.pungkas Warman kepada wartawan. Dari data sementara, jumlah perusahaan air bawah tanah ada 10 titik pengeboran atas nama Seda Rt 5 Rw 10, Ibu yanti Rt 3 Rw 10, Slamet Rt 5 Rw 8, Entis rt 4 Rw 8, Koperasi Rt 5 Rw 5, Tirta ligar Rt 3 Rw 10, Puncak anggara Rw 5, Tanu Rw 10 dan Tumiran Rw 27. Terkait pelanggaran perusahaan air bawah tanah tidak memiliki izin dari pemerintah sebenarnya dapat dijerat ketentuan pidana dengan ancaman 2 tahun penjara, sebagaimana disebutkan pada pasal 15 UU No. 11 tahun 1974 tentang pengairan. Warga berharap, "Adapun jika pejabat setempat serius mau menertibkan, agar memberikan efek jera ya tutup saja. Jangan sampai hanya mempasilitasi perijinannya saja, itu terlalu enak. Mereka kan sudah berjalan lama, sudah meraup untung banyak tanpa mempedulikan kerusakan lingkungan dan merugikan masyarakat". Dengan diterbitkannya berita ini maka kepada pihak terkait diharapkan untuk dapat menindak tegas pengusaha air ilegar sesuai dengan ketentuan yang berlaku, guna memberikan efek jera. (Hendra/Angga)

Ikuti update berbagai berita pilihan dan terkini dari portaltiga.com di Google News.

Berita Terkait